Simpang siur adanya penerapan tata cara berpakaian di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana menjadi pembicaraan hangat di kalangan mahasiswa. Informasi yang mulai beredar pada Senin (9/10) mengagetkan mahasiswa di lingkungan Kampus Kuning. Beberapa mahasiswa mengakui sudah mengetahui penerapan sistem tersebut dari jauh-jauh hari, namun tidak sedikit pula yang masih belum tahu.
Adanya sistem penggunaan pakaian ‘seragam’ sesuai hari sudah mulai diterapkan sejak Senin (9/10) di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Keputusan dari Rapat Pimpinan (Rapim) Fakultas Ilmu Budaya pada tanggal 5 Oktober 2017 ini pun memancing berbagai tanggapan dari mahasiswa, mulai daari ketentuan berpakaian dan cara penyebaran informasi. Banyak pihak menilai kemunculan sistem seragam ini mendadak. Selain itu, kurangnya sosialisasi dari pihak fakultas memunculkan banyak kekeliruan pemahaman di kalangan mahasiswa.
Media sosial menjadi sarana utama penyebaran informasi hasil Rapim perihal penyeragaman pakaian ini, selaras dengan ungkapan dari I Dewa Bagus Ryan Damanik Agrha Dinata. Mahasiswa Antropologi angkatan 2017 ini menyatakan bahwa dirinya pertama kali mengetahui informasi adanya seragam di Kampus Kuning melalui grup chat di sosial media. Sosialisasi langsung dari dosen baru ia dapatkan saat mengikuti perkuliahan. Penuturan berbeda datang dari Putu Wahyu Widiatmika, mahasiswa Sastra Inggris angkatan 2016 yang mengatakan sudah mengetahui informasi tersebut dari jauh-jauh hari. Sementara I Kadek Sudana Wira Dharma, selaku ketua Senat Fakultas Ilmu Budaya mengaku belum menerima aturan tersebut secara resmi.
Kurangnya sosialisasi menyebabkan banyak mahasiswa menganggap penerapan sistem pakaian ini sebagai sebuah aturan sehingga banyak yang menyuarakan suara kontra. Ketika ditemui Rabu, (11/10) Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya bersama jajarannya memberikan klarifikasi mengenai penerapan sistem berpakaian yang baru diterapkan ini. Ia memaparkan jangkauan diterapkannya sistem seragam ini bukan untuk mahasiswa, tapi untuk dosen, pegawai dan jajaran pengurus Fakultas Ilmu Budaya. Penerapan sistem ini pun bukan sebuah aturan seperti yang diyakini oleh cukup banyak mahasiswa, melainkan hanya berupa kesepakatan yang telah dibicarakan pada rapat pimpinan (Rapim).
“Penerapan ini tidak lain adalah untuk kebersamaan agar tidak ada gap antara yang ‘punya’ ataupun tidak punya, dan juga bukan sebuah peraturan tapi kesepakatan. Jadi, dasarnya adalah untuk kebersamaan yang telah dibicarakan di Rapim,” jelasnya.
Pembuatan kesepakatan ini pun tidak semata-mata untuk kebersamaan diantara warga Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana saja. Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suparwa, M.Hum selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik menjelaskan munculnya penerapan sistem berpakaian seragam merupakan sebuah masukan dari Kepala Program Studi Antropologi saat Rapim. “Berawal karena ada kritik dari mahasiswa juga mengenai penampilan dosen yang kurang rapi,” ungkapnya. Selama ini memang selalu terpampang berupa aturan tertulis di setiap kelas bahwa mahasiswa harus berpakaian rapi saat mengikuti perkuliahan di kampus. Akan tetapi, pernah terjadi dimana seorang mahasiswa balik menilai dosen yang berpakaian tidak rapi saat mengajar.
“Coba lihat di FK, sekiranya fakultas lain sudah menerapkan seragam, sekurang-kurangnya seragam putih,” lanjut Sutjiati. Bercermin pada fakultas lain yang sudah menerapkan sistem berpakaian untuk mahasiswanya, hal ini menambah keinginan untuk turut mencontoh hal serupa di Fakultas Ilmu Budaya. “Coba Teknik dan Pariwisata, Senin-Selasa dia pakai seragam putih-hitam. Rabu-Kamis dia pakai hem bebas. Terus, Jumat pakai batik atau endek,” tambahnya.
Sehubungan dengan sosialisasi, pihak Dekanat FIB memaparkan bahwa sistem sosialiasi hasil rapat disalurkan ke Koordinator Prodi lalu Himaprodi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya. Terkait dengan masalah sosialiasi yang belum sampai ke telinga mahasiswa, Dekan beserta para Wakil Dekan FIB senada dalam menyuarakan bahwa proses itu memerlukan waktu. “Baru minggu lalu soalnya (Rapim),” ujar mereka. Sementara alasan dari tidak masuknya info hasil rapat pimpinan ke tangan Senat Mahasiswa FIB, dikarenakan Senat tidak termasuk bagian dari pimpinan pengurus Fakultas Ilmu Budaya sehingga tidak ikut dalam Rapim. Untuk pimpinan yang dimaksud adalah Koordinator Program Studi (Kaprodi).
Dikarenakan kurangnya sosialisasi serta info yang terkesan turun mendadak, tak khayal membuat mahasiswa langsung berasumsi bahwa hasil kesepakatan bersama ini adalah peraturan yang bersifat wajib. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S. pun mengatakan bahwa ada mahasiswa yang menghubunginya dan bertanya terkait sanksi jika tidak mengikuti sistem berpakaian tersebut. Kembali diklarifikasi oleh pihak Dekanat, sistem penseragaman pakaian ini merupakan hasil kesepakatan bersama dalam rapat, tidak memiliki unsur paksaan, dan tidak memiliki sanksi apapun jika tidak dilakukan.
“Kesepakatan saja, bukan peraturan. Tidak pernah ada hukuman. Tidak ada yang salah kenapa harus ada hukuman? Kecuali ke kampus memakai celana robek atau kaus oblong, lain cerita,” kata Sutjiati dibarengi persetujuan ketiga Wakil Dekan. Ditanya mengenai kemungkinan sistem penseragaman ini bisa menjadi aturan tetap, pihak Dekanat menjelaskan bahwa untuk mencapai tahap tersebut diperlukan adanya usulan ke rektorat Universitas Udayana terlebih dahulu sebelum bisa diproses.
Meski menekankan pada keseragaman, kebersamaan dan kesederhanaan, sesungguhnya ada banyak harapan dan pengajaran di balik penerapan hasil rapat pimpinan ini. Dengan menggunakan pakaian yang sama, diharapkan kelak bisa menumbuhkan rasa bangga dalam diri warga FIB Unud sendiri bahwa mereka memiliki identitas sendiri. Sistem ini juga mengajarkan menumbuhkan kesadaran diri dalam kasus bagi yang belum mengikuti ketentuan berpakaian. Sebagai ganti dari tidak ada sanksi, orang yang tidak mengikuti ketentuan pakaian bisa merasa jengah saat dirinya mengenakan pakaian yang berbeda dari orang-orang disekitarnya. Selain itu, membiasakan diri berpakaian rapi dari kuliah akan memberi efek baik bagi mahasiswa agar saat nanti turun ke ranah kerja, ia sudah terbiasa berpenampilan rapi dan beretika. (krt/awt)