Gersang di balik Suburnya Pariwisata Pecatu

 

“Apalagi sehari-hari kita kan pake air. Tapi belum ada solusi udah sampai dua tahun lebih lah. Bangun malem malem ngecek air, kalo ada kita tampung. Kalo kewalahan ya kita beli,” tutur Adi, pemilik usaha laundry ketika bercerita mengenai krisis air bersih di Pecatu. 

Tersingkap raut cemas di wajah Adi ketika menceritakan bagaimana air menjadi barang mewah di Pecatu. Pemilik usaha penatu itu mengaku kadang kewalahan memastikan pasokan air yang tersedia cukup untuk menjalankan usaha yang dimilikinya, sehingga membeli air jadi solusi dalam menyelesaikan masalah yang telah dihadapinya selama dua tahun tersebut.  “Kadang-kadang kalo pengen (mencuci) malam-malam jam 12 bangun dah begadang sampe jam 3 nungguin air, gitu dah jadinya,” cerita Adi seraya tertawa getir, ketika diwawancarai Tim Pers Akademika pada (25/07). 

Adi bercerita sudah pernah mengeluhkan masalah air kepada petugas PDAM. Kepada Adi petugas PDAM menyampaikan bahwa terdapat sejumlah kendala yakni, perkara pasokan air, pompa air yang sempat mati, dan semakin tingginya permintaan penggunaan air bersih. Sedangkan pemilik penatu itu mengatakan bahwa dalam satu minggu,  ia  memerlukan setidaknya 2 tangki air untuk menyuplai kebutuhan usahanya. Satu tangki air dapat dibelinya dengan harga sekitar 300.000 rupiah. “Kalo dibilang rugi sih ngga, cuma untungnya tipis. Karena pengeluarannya kan lebih besar lagi jadinya karena kita beli air,” papar Adi. Wadah penampungan air yang terdapat hampir di setiap rumah warga menjadi langkah siaga yang dilakukan Adi dan warga sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang langka. 

Air jadi Komoditas Berharga, Bukan Hanya untuk Pariwisata

Adi bukan satu-satunya masyarakat yang kesulitan mengakses air bersih, beberapa masyarakat Desa Pecatu juga mengalami permasalahan serupa. Sebagai daerah pariwisata yang subur, realitas yang terjadi justru menunjukkan masyarakat semakin jauh dari akses air bersih. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana air menjadi kebutuhan utama pariwisata, yang beririsan dengan air sebagai kebutuhan dasar masyarakat setempat. Sebagaimana penelitian yang dilakukan AA Bagus Dharma, menjelaskan hal ini terjadi karena penggunaan sumber air tanah atau pun air permukaan yang masif menyebabkan siklus pengisian kembali air tanah tidak berjalan maksimal.  

Berdasarkan penuturan beberapa masyarakat yang telah lama menetap di daerah tersebut, permasalahan air Pecatu telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya solusi yang memadai. Untuk mendapatkan air yang jumlahnya terbatas itu, mereka harus rela merogoh kocek hingga 350 ribu hingga 400 ribu rupiah per tangki. Biaya ini tentunya bukan jumlah yang sedikit bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor informal. “Gak tentu, ajak bedik lama dia. Kalo banyak, cepet abis. (Gak nentu, kalau dipakai bersedikit lama habisnya. Kalau dipakai berbanyak, cepat habisnya -red) ,” ungkap salah seorang penduduk setempat yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut di kediamannya pada (29/06).

Kondisi ini membuat air menjadi langka sekaligus mewah di tengah pariwisata yang selalu haus air.  Satu tangki air yang dibeli belum tentu dapat memenuhi kebutuhan mereka selama sebulan. Bahkan, warga Pecatu itu mengaku bahwa air dari satu tangki  hanya cukup untuk keperluan selama kurang dari seminggu. “Mana bisa setangki sebulan, satu minggu ndak sampek,” jelasnya dengan nada putus asa.

Putu Aryanto, staf perangkat Desa Pecatu tidak menampik bahwa aktivitas pariwisata  berdampak pada kurangnya pasokan air bersih “Terkait dengan perkembangan pariwisata di sini karena mulai pesatnya pembangunan dan sektor pariwisata di sini, ada dampak negatifnya di sektor air bersih. nah, karena kan di sini ujung Pulau Bali, ujungnya Badung, kita aliran air itu kan dari utara ke sini, ini kan paling terakhir nih paling terakhir, nah pasti kan habis, udah habis di Ungasan, di Jimbaran, jadi dapetnya sedikit, terus sektor pariwisata di sini tuh agak pesat lah jadinya kekurangan apalagi ada hotel, villa.”

Selain itu, kondisi geografis Pecatu yang terletak di daerah perbukitan kapur semakin menambah keruh persoalan air bersih. Wayan Redana, dosen fakultas teknik Udayana,  menjelaskan bahwa Desa Pecatu yang terletak di daerah bukit kapur menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kecilnya debit air. “Desa Pecatu itu kan (bukit) kapur,  Kalau kapur keras maka tidak kedap air maka akan ditahan di cekungan,” tutur Redana ketika dijumpai pada (09/08). Putu Aryanto juga mengatakan demikian, bahwa debit air yang kecil menjadi faktor penyebab langkanya pasokan air Pecatu. 

Membeli air pun menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat, termasuk untuk operasional penginapan yang dibangun masyarakat setempat. Anak Agung Alit Jaya Kusuma, pemilik salah satu penginapan di Desa Pecatu bercerita bahwa masalah air belakangan lebih parah dibanding tahun sebelumnya. “Masalah air itu memang sudah lama, cuma tidak separah tahun-tahun ini,” ujarnya ketika diwawancarai via telepon pada (28/07). Lebih lanjut, pria asal Badung itu memaparkan bahwa permasalahan air menjadi kendala dalam menjalankan operasional penginapan. Sebagai penggunaan air dari PDAM, Jaya Kusuma mengeluhkan kendala air PDAM yang kerap mati, sehingga ia lebih banyak membeli air dari tangki. “Itu berat bagi kami. Karena air yang diharapkan dari PDAM itu tidak hidup sesuai dengan harapan kami. Kebanyakan air itu mati. Di saat hidup pun kendalanya air itu kecil, dan itu pun tidak lama air itu yang kami dapat dari PDAM, paling bisa satu jam dua jam mati lagi,” ungkapnya. 

Selain itu, Jaya Kusuma juga menuturkan bahwa pembelian air dari usaha tangki belum dapat menjadi solusi dan masih memiliki kendala. Karena tingginya permintaan pasokan air bersih di Pecatu, pembeli air tangki pun tetap harus menunggu antrian untuk mendapatkan pasokan air. Terlebih jalanan di Daerah Pecatu terbilang cukup padat, sehingga membeli air dari tangki pun harus menunggu lebih lama lagi, bahkan belum tentu langsung didapatkan. Alhasil ketersediaan air di penginapan tidak selalu dapat terpenuhi. “Makanya banyak dari tamu-tamu itu yang keluar, dan harga (sewa penginapan) pun kita tidak bisa jual terlalu mahal,” imbuhnya.  Ia berharap usaha-usaha penginapan kecil yang dikelola masyarakat lokal juga bisa mendapatkan pasokan air yang memadai seperti hotel-hotel besar lainnya. “Makanya harap saya, dari pemerintah Badung bisa menangani masalah ini dengan baik. Mungkin cari jalan solusinya biar bagaimana air itu bisa dinikmati masyarakat umum dan juga para pemilik usaha yang ada di sekitar Pecatu,”tandasnya.

Keluar Dari Jurang Krisis Air Bersih

Perkara krisis air bersih yang terjadi memang bukan  soal yang baru muncul kemarin sore, di Desa Pecatu. Persoalan ini sudah menjadi benang kusut sejak lama  “Dulu, sebelum saya lahir mereka (orang tua/warga) udah kesusahan air ya,” tutur Agung, salah seorang warga ketika diwawancarai pada (29/06).

Sebelum air dari PDAM dapat mengalir ke Desa Pecatu, Agung menuturkan bahwa kala itu warga menggunakan bak permanen yang berada di setiap rumah dengan volume yang cukup untuk untuk menyimpan pasokan air, ia menyebutnya sebagai palung Kalo hujan baru ada airnya. Itu kan dia (wadah penampungan) bisa bertahan kaya sampai 6 bulan gitu. Jadi warga itu ngambil ke sana (wadah penampungan),”paparnya.

Bahkan hingga saat ini dirinya masih menggunakan bak tersebut. Begitupun dengan warga lainnya, meski sudah banyak digantikan oleh penggunaan tower air, beberapa warga juga masih memanfaatkan wadah penampungan lama tersebut untuk menyimpan persediaan air PDAM. Hal itu dilakukan sebagai upaya preventif jika sewaktu-waktu aliran air PDAM mati. 

Menanggapi carut marut perkara krisis air bersih yang menggerogoti Desa Pecatu, Putu Aryanto menjelaskan bahwa dalam musyawarah rencana pembangunan yang diadakan tiap tahun, pihaknya mengusulkan pengadaan tandon air. “Satu tahun sebelumnya udah ada pengadaan tandon air yang besar, ada tiga titik,” terangnya ketika diwawancara pada (25/07). 

Namun, pengadaan tersebut belum dapat memenuhi seluruh permintaan pasokan air bersih, sehingga pihaknya masih kewalahan. Putu Aryanto turut menyampaikan rencana pengadaan tandon air yang baru. “Mudah-mudahan (pengadaan tandon air) yang terbaru ini bisa menanggulangi (masalah krisis air di Pecatu).” Harapnya.

You May Also Like