Tak terasa dua tahun sudah pandemi covid-19 menghentikan seluruh aktivitas dan saatnya menyambut era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, salah satunya adalah Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV yang kembali hadir untuk mengobati kerinduan seluruh masyarakat Bali dan para penggiat seni.
Selayang Pandang Pembukaan PKB XLIV Tahun 2022
Pesta Kesenian Bali XLIV Tahun 2022 resmi dibuka pada tanggal 12 Juni 2022 yang disemarakkan dengan rangkaian Peed Aya (Pawai). PKB tahun ini hadir untuk mengobati kerinduan penggiat seni dan seluruh masyarakat Bali. Pagelaran PKB ke-44 akan berlangsung secara luring dan daring selama satu bulan hingga ditutup pada tanggal 10 Juli 2022. “Danu Kerthi: Huluning Amreta” menjadi tema pada Pesta Kesenian Bali tahun ini yang memiliki makna pemuliaan air sebagai sumber kehidupan. Pemilihan tema PKB XLIV ini bertujuan untuk mengimplementasikan visi pembangunan Bali 2018-2023, yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
Pembukaan festival seni terbesar di Provinsi Bali ini disambut meriah oleh masyarakat yang terlihat memenuhi jalanan di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Niti Mandala Renon, Denpasar. Acara dimulai dengan sambutan oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang mewakili Presiden Republik Indonesia. Pembukaan PKB semakin semarak dengan berkumandangnya bunyi gong yang dipukul sebanyak tiga kali sebagai tanda dibukanya acara dan diiringi oleh suara gamelan oleh para penabuh.
Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan pementasan oleh seluruh perwakilan kabupaten/kota, universitas, sekolah, dan instansi/lembaga yang menjadi delegasi atau duta dalam Pawai Pembukaan PKB ke-44. Pawai atau Peed Aya pada pembukaan PKB tahun ini menampilkan garapan tematik dari 24 penyaji yang dikembangkan sesuai dengan tema yang diusung. Adapun inti garapannya ialah atraksi seni kolosal yang berhubungan dengan unsur air dan budaya pemuliaan terhadap air. Konsep Peed Aya tahun ini tidak jauh berbeda dengan konsep pembukaan PKB tahun sebelumnya, yakni para delegasi menampilkan atraksi seni tarian yang dipersembahkan sambil berjalan melintasi panggung penghormatan.
Pembukaan Peed Aya menampilkan garapan Tari Siwa Nataraja yang dipersembahkan oleh Pemerintah Provinsi Bali yang bekerjasama dengan Sanggar Seni Gumiarti. “Siwa Nataraja” digambarkan sebagai dewa kesenian yang menciptakan dunia lewat tari. Siwa Nataraja ini divisualisasikan sebagai danu (danau-red) yang menjadi huluning amerta atau yang memberikan sumber kehidupan bagi seluruh masyarakat Bali. Tari Siwa Nataraja ini telah menjadi ikon dari PKB dari tahun ke tahun dan tetap menjadi spirit kehidupan kesenian masyarakat Bali hingga saat ini.
Penampilan kemudian dilanjutkan dengan garapan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang secara khusus menghadirkan “Gamyuh Agung”, yaitu sebuah ciptaan barungan baru yang bertitik mula dari pemuliaan Gambuh. Sejalan dengan pemaknaan “Danu Kerthi: Huluning Amreta”, ISI Denpasar turut menghadirkan Langlang Tembang Danu yang mengekspresikan tradisi ritus melis sebagai persembahan utama dalam upacara yadnya.
Garapan seni selanjutnya dipersembahkan dari perwakilan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali. Adapun urutan tampilnya antara lain: Kabupaten Buleleng; Jembrana; Karangasem; Bangli; Klungkung; Tabanan; Gianyar; Badung; dan Denpasar. Setelah itu menyusul penampilan dari perwakilan lembaga pendidikan, yakni: Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja; Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja; Universitas Udayana; Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar; Universitas Hindu Indonesia Denpasar; Universitas Mahasaraswati Denpasar; Institut Teknologi dan Bisnis STIKOM Bali; Universitas PGRI Mahadewa Indonesia; SMKN 3 Sukawati; dan SMKN 5 Denpasar. Beberapa instansi juga turut memeriahkan Peed Aya, seperti Museum Pasifika, Bank Indonesia yang berkolaborasi dengan Lembaga Perbankan Bali, serta Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali.
Pesta Kesenian Bali XLIV tahun 2022 ini hadir dengan adaptasi kebiasaan baru di tengah masa pandemi Covid-19. Beragam pertunjukan seni yang dapat disaksikan seperti Peed Aya (pawai), Rekasadana (Pagelaran), Utsawa (Parade), Wimbakara (Lomba), Kriyaloka (Workshop/Lokakarya), Kandarupa (Pameran), Widyatula (Sarasehan), serta Adi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni). Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat Bali di Taman Werdhi Budaya, Art Centre yang berlokasi di Jalan Nusa Indah, Denpasar Selatan.
Unud di Pembukaan PKB XLIV Tahun 2022
Universitas Udayana turut berpartisipasi dalam Peed Aya atau Pawai Pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) yang ke-44 pada tanggal 12 Juni 2022. Perwakilan Universitas Udayana terdiri dari kurang lebih 150 mahasiswa yang berasal dari UKM Kesenian, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta beberapa mahasiswa dari fakultas lainnya. Universitas Udayana tampil di urutan ke-17 dari total 24 Penyaji pada Peed Aya (Pawai) PKB XLIV Tahun 2022 yang berlangsung di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Niti Mandala Renon, Denpasar.
Peed Aya Universitas Udayana mengusung dua konsep utama, yakni barisan identitas serta barisan yang merepresentasikan tema PKB ke-44. Adapun barisan pertama menampilkan iringan pembawa papan nama Universitas Udayana, barisan pengawal tedung, pecalang, dan canang sari. Kemudian, dilanjutkan dengan barisan pakaian tradisional nusantara yang merefleksikan Universitas Udayana sebagai Perguruan Tinggi bagi mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia. Lantas barisan pertama juga terdapat iringan Tari Pendet dari FIB, Tari Legong, dan Tari Saraswati yang diiringi dengan Gong Suling yang merefleksikan simbol ilmu pengetahuan.
Barisan kedua Peed Aya Unud merepresentasikan tema PKB yang ke-44, yaitu “Danu Kerthi Huluning Amreta”. Tema tarian pada barisan kedua yang diangkat ialah “Tirta Amerta” yang divisualisasikan melalui Tari Garuda Tirta Amertha. Adapun iringan pertama ialah barisan Petirtaan dan Rantasan yang merupakan simbol air suci (tirta) sebagai sumber kehidupan yang dimuliakan pada upacara adat di Bali. Kemudian, tarian dilanjutkan dengan barisan Tari Gebogan dan Tari Tedung. Gebogan merupakan simbol kemakmuran dan kesuburan. Hasil bumi dapat dipanen berkat pemanfaatan air, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur. Sedangkan, Tedung menyimbolkan payung sebagai peneduh atau penangkal dari bencana. Selain memberikan manfaat, air juga bisa menjadi sumber malapetaka melalui bencana seperti air bah, banjir, tsunami, dan lainnya.
Pada penghujung penampilan Peed Aya, Universitas Udayana menampilkan Tari Garuda Tirta Amertha yang mengisahkan cikal bakal munculnya tirta amerta atau air suci sebagai sumber kehidupan. Tarian ini diadopsi dari mitologi Sang Garuda yang berhasil membawa Tirta Amerta kepada Dewa Wisnu. Tarian ini kemudian diakhiri dengan Tari Prabu Udayana yang diiringi oleh Gong Baleganjur.
I Nyoman Suandana Putra, seniman sekaligus koreografer Peed Aya Universitas Udayana mengungkapkan bahwa penampilan tersebut dipersiapkan sekitar 3 minggu sebelum hari-h. “Sebenarnya pawai ini mulanya bukan diinisiasi langsung oleh universitas, melainkan dari Fakultas Ilmu Budaya Unud. Setelah dipertimbangkan, mengapa kita tidak sangkutkan ke universitas agar lebih universal. Akhirnya, hal itu diterima dengan baik oleh WR III dan untuk konsep kemudian dikoordinasikan kembali dengan pihak universitas. Waktu yang kami perlukan untuk latihan tari hanya 10 kali pertemuan sampai gladi dikarenakan dari universitas sudah memberikan talent-talent yang berkualitas,” jelas Suandana ketika diwawancara di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana pada Minggu, (12/06/2022).
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa dalam penampilan tersebut melibatkan sekitar 150 mahasiswa. Adapun rinciannya: untuk penabuh sekitar 50-55 orang; penari garuda 8 orang; tedung 7 orang; gebogan 7 orang; rantasan 4 orang; penirtaan 2 orang; Tari Saraswati 5 orang, Tari Pendet 4 orang; Tari Legong 5 orang; tarian pakaian tradisional nusantara 16 pasang atau 32 orang; dan 2 orang pembawa papan nama.
Pria lulusan ISI Denpasar ini mengaku puas dengan penampilan Unud di Peed Aya Pembukaan PKB yang ke-44. Meskipun Unud bukan perguruan tinggi yang secara khusus melingkup seni, tetapi Suandana merasa bangga bisa berproses dan berkreasi bersama Universitas Udayana. “Masing-masing delegasi/duta diberi waktu 5 menit untuk melintasi panggung penghormatan dengan jarak 100 meter. Kepuasan saya terjawab, Unud mendapatkan display atau menampilkan atraksi di depan panggung penghormatan kurang lebih 3 menit dan telah berjalan dengan lancar,” tukas Suandana dengan nada bangga. Ia pun berharap agar PKB kedepannya terus berlangsung agar kesenian Bali tidak tergeser oleh arus modernisasi.
Kemudian, dua orang perwakilan mahasiswa Universitas Udayana yang tampil dalam Peed Aya Pembukaan PKB tahun ini turut membagikan kesan pesannya. Mereka ialah I Gusti Ngurah Agung Dwipayana, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya angkatan 2020 sebagai penari fragmen serta I Wayan Darma Wiguna, mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2020 sebagai penari tedung. Gung Dwipa dan Darma mengungkapkan bahwa mereka bisa berpartisipasi di PKB karena ajakan temannya dari UKM Kesenian Universitas Udayana.
“Perasaan waktu diberi kesempatan pastinya sangat berkesan, diberi kesempatan besar membawa nama Unud tentunya sangat senang,” tutur Gung Dwipa. Senada dengannya, Darma juga merasakan hal serupa. “Saya pribadi karena pernah ikut kegiatan untuk PKB, awalnya tidak terlalu excited (bersemangat). Namun, karena kali ini mewakili Unud dan pertama kalinya ikut parade, saya cukup excited,” pungkas Darma.
Terkait dengan kendala, Gung Dwipa dan Darma justru menganggap bahwa kendala yang dihadapi semasa latihan merupakan proses untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Mereka pun mengungkapkan bahwa kendala secara umum yang dihadapi hanya berupa faktor cuaca, sedangkan dari pementasan tidak ada kendala. Waktu latihan pun bagi mereka sudah lebih dari cukup dan tidak mengganggu kegiatan perkuliahan. Pada saat pementasan pun, kesalahan yang sempat terjadi pada saat latihan sudah bisa diminimalisir dan penampilannya tergolong sudah maksimal.
Terakhir, Gung Dwipa dan Darma berharap agar Unud bisa lebih aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan non-akademik, baik internal maupun eksternal. “Kesan kami sangat senang Unud mau berpartisipasi dalam kegiatan (PKB) ini. Saya harap kedepannya Unud bisa lebih menyeimbangkan antara akademis dan non akademis, melihat banyaknya mahasiswa yang memiliki bakat non akademis,” tutup Gung Dwipa.
Refleksi PKB XLIV “Danu Kerthi: Huluning Amreta”
Setiap tahunnya pagelaran PKB (Pesta Kesenian Bali) selalu menyuguhkan tema yang merepresentasikan keadaan masyarakat Bali. Hal ini kemudian dikemas oleh seniman-seniman Bali ke dalam berbagai konsep seni untuk menunjukkan potensi dan ciri khas dari masing-masing daerah. Pada pagelaran PKB tahun ini, tema yang diusung oleh Pemerintah Provinsi Bali bertajuk “Danu Kerthi Huluning Amreta” yang memiliki makna “Memuliakan Air sebagai Sumber Kehidupan”.
Semangat tema PKB tahun ini tentunya memiliki relasi yang sangat erat dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Bali yang tidak lepas akan keberadaan air. Pemanfaatan air sebagai sumber kehidupan, mulai dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan penggerak ekonomi, hingga sebagai sarana sosial religius, yakni air juga menjadi komponen utama dalam pelaksanaan upacara adat di Bali.
Air suci (tirta) diyakini oleh masyarakat Bali sebagai simbol penuntun, pelindung dan kekuatan hidup. Air juga dijadikan sebagai media pembersihan diri secara rohani dan memperoleh kesucian melalui prosesi yang disebut melukat. Hal ini dapat dilihat dari bukti sejarah yang mencatat masyarakat Bali pada awalnya disebut sebagai masyarakat dengan agama tirtha karena keterlibatan air yang tidak pernah absen dalam segala bentuk upacara adat Bali, ditandai dengan ditemukannya beberapa tempat petirtaan (tempat sumber air suci) di beberapa tempat di Bali (Artanegara, 2018).
Tema PKB tahun ini memang menjadi bentuk nyata implementasi masyarakat Bali yang menjadikan air sebagai sumber kehidupannya. Setiap tarikan nafas masyarakat Bali terselimuti oleh pemanfaatan air. Keberadaan air yang sedemikian dihormati juga termanifestasikan dalam konsep Tri Murti, khususnya Dewa Wisnu sebagai manifestasi Tuhan sebagai pemelihara alam semesta. Sehingga, momentum pelaksanaan PKB tahun ini selain menjadi ajang kreativitas para seniman dalam berkreasi juga menjadi wadah refleksi atas keberadaan air sebagai sumber kehidupan.
Berbicara soal Bali juga pastinya tidak akan lepas dari keberadaan pariwisatanya. Hal ini selaras dengan pernyataan Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ketika menghadiri Pembukaan PKB ke-44. “Pesta Kesenian Bali setelah dua tahun pandemi, kami melihat antusiasme masyarakat sangat luar biasa. Ini sangat menggerakan ekonomi, memulihkan sektor pariwisata terutama sisi ekonomi kreatif,” ujarnya.
Pelaksanan Pesta Kesenian Bali dijadikan momentum untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata yang sempat lesu selama pandemi. Pelaksanaan PKB memberikan optimisme bagi masyarakat Bali, mengingat sektor pariwisata menjadi sumber pendapatan terbesar di Bali. PKB sebagai panggung besar pagelaran adat, tradisi dan budaya Bali diharapkan mampu menjadi magnet kuat dalam menarik wisatawan agar berkunjung ke Bali. Namun, selain menjadi momentum optimis dalam membangkitkan perekonomian masyarakat Bali, pelaksanaan PKB dengan temanya tersebut juga membawa pesan pengingat dan reflektif untuk semua elemen masyarakat Bali.
Keberadaan air yang sedemikian sentralnya dalam sendi kehidupan masyarakat Bali tentunya juga mulai harus diperhatikan. Beberapa akademisi telah menunjukkan hasil penelitiannya terkait kondisi air di Bali. Drs. I Ketut Sundra, M.Si., salah satu Dosen Jurusan Biologi Universitas Udayana mengungkap hasil penelitiannya dengan memetakan potensi air di Bali yang meliputi air hujan, air waduk, danau, sungai, dan air tanah. Pemanfaatannya pun telah dipetakan secara matematis dengan kesimpulan bahwa air tanah merupakan sumber dominan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Bali dalam memenuhi kebutuhan domestik dan nondomestik. Padahal, debit air yang bersumber dari tanah jumlahnya relatif paling sedikit. Tentu hal ini menimbulkan kontradiksi antara kebutuhan dan ketersediaannya, sehingga harus diperhatikan dan menjadi pengingat sedini mungkin, mengingat jumlah penduduk di Bali yang mengalami peningkatan rata-rata 38.806 jiwa per tahunnya.
Selain itu, keperluan terhadap air juga sangat tinggi pada sektor pariwisata yang mengandalkan tawaran jasa sebagai komoditas utamanya. Penelitian dari Cole dan Brown (2015) menemukan bahwa penggunaan air rata-rata setiap kamar hotel relatif tinggi, yakni mencapai 10 kali lipat (3000 liter per hari) dibandingkan dengan kebutuhan domestik setiap masyarakat Bali. Hal ini pun kadang menjadi sumber konflik bagi masyarakat lokal Bali, utamanya konflik kepentingan antara petani (subak) yang kerap harus berebut air dengan perusahan hotel ataupun perusahaan air kemasan. Hal tersebut menjadi persoalan serius yang mengancam keberlanjutan dan sinergi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Meskipun dalam penelitian Sundra (2017) menyimpulkan bahwa Bali masih memiliki cukup cadangan air bersih, akan tetapi kewaspadan mesti harus segera dibangun. Faktor pencemaran dan perubahan iklim menjadi ancaman serius yang akan membuktikan penelitian Cole (2012) yang memprediksi bahwa di tahun 2020-2025 Bali akan mengalami krisi air bersih apabila pengelolaan dan kesadaran semua pihak dalam memanfaatkan air bersih secara bijak belum tersadarkan.
Masalah air yang diangkat menjadi tema besar PKB sebagai sumber kehidupan pun mesti menjadi refleksi mendalam, bukan terantuk dalam tataran konsep seni saja. Akan tetapi, spirit tema PKB tahun ini juga sepatutnya dapat diimplementasikan secara riil dalam segi praktik maupun kebijakan. Menurut Cole, “Water scarcity in Bali is a socio-political phenomena and the solution line in policy and management change”. Hal tersebut menegaskan bahwa masalah krisis air merupakan permasalahan sosial politik, sehingga solusinya pun akan teraktualisasi dengan baik melalui peran serta para pemangku kebijakan publiknya, mulai dari tata kelola air, pemanfaatan sumber alternatif, termasuk juga mekanisme konservasinya.
Pesta Kesenian Bali telah berkontribusi sebagai panggung para maestro seni untuk menunjukkan kreativitas dan wahana mengangkat potensi daerah. Jiwa berkesenian sekan menjadi ruhnya masyarakat Bali, simbol-simbol yang sarat akan pesan dan makna kerap ditunjukkan dalam garapan seni nan indah oleh para seniman Bali. PKB pun akan semakin lengkap menjadi sentra berkembangnya gagasan apabila pengambilan tema yang sangat inspiratif di setiap tahunnya juga secara konsisten dijadikan bahan refleksi untuk memperhatikan kembali kondisi Bali dari segi manusia, lingkungan dan adat budaya sesuai dengan konsep luhur tri hita karana.
Tema PKB tahun ini memanggil hati nurani kita untuk memuliakan kembali air yang menjadi jiwa masyarakat Bali. Tema tersebut juga mengajak kita untuk melihat keadaan secara faktual dan bergegas mencari solusi serta turut serta dalam pelestarian air. Kondisi sungai kita yang semakin hari semakin tercemar, alih fungsi lahan yang menutup daerah resapan air, pun komersialisasi tanah dan air semakin mengikis bagian hidup masyarakat Bali. Sehingga, jiwa berkesenian masyarakat bali dengan adat, tradisi dan budayanya yang adi luhung bisa menjadi wadah untuk mengevaluasi kondisi Bali agar tetap terpatri menjadi Bali Dwipa Jaya.
Sumber:
Sundra, Ketut. 2017. Kondisi dan Tingkat Pencemaran Air di Bali. Universitas Udayana. Diakses melalui simdos.unud.ac.id. pada 13 Juni 2022, via: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/107686b9e09082a8a4730c2adfa2981e.pdf
Cole dan Brown, 2015. A POLITICAL ECOLOGY OF WATER EQUITY AND TOURISM: A Case study from Bali. Diakses pada 13 Juni 2022, via: https://uwe-repository.worktribe.com/output/952296/a-political-ecology-of-water-equity-and-tourism-a-case-study-from-bali
Artanegara, 2018. Agama Tirta dan Hubungannya dengan Pelestarian Patirtahan di Kawasan Pejeng-Bedulu. Diakses pada 13 Juni 2022, via: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/agama-tirta-dan-hubungannya-dengan-pelestarian-patirthan-di-kawasan-pejeng-bedulu/
Reporter: Ayu Rita, Doni, Juniari, Kamala, Lia, Pude
Penulis: Ayu Rita, Doni, Juniari
Editor: Juniari