Kuatkan Ekonomi Desa Untuk Masyarakat Siaga Bencana

 

Desa Dukuh, sebuah desa yang masih tergolong “tertinggal” di Karangasem, menyimpan berbagai potensi dan pesona alam yang khas. Masih banyak mmasyarakat luar yang belum mengetahui perihal desa ini. Beranjak dari permasalahan tersebut, Conservation Internasional Indonesia (CII) mengadakan sebuah kegiatan dengan tujuan memperkuat perekonomian masyarakat Desa Dukuh.

 

Desa Dukuh berada dalam radius kurang dari 10 km dari puncak Gunung Agung sehingga desa ini tergolong sebagai desa yang rawan bencana erupsi. Kegiatan perekonomian Desa Dukuh pun banyak mengalami penurunan dikarenakan lahan dan hasil tani mereka banyak yang rusak. Hal ini mendorong badan konservasi, Conservation Internasional Indonesia (CII) untuk membentuk suatu program yang dapat memperbaiki perekonomian masyarakat dengan menggali potensi Desa Dukuh melalui kegiatan pemanfaatan alam.

Program CII ini bertajuk “Merestorasi Bencana Alam Gunung Agung” dan telah dilakukan sejak tahun 2017 lalu. Menindaklanjuti program ini, CII bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan suatu kegiatan bertema “Gunung dan Hutan adalah Kita” yang diadakan di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali.

I Wayan Adi Mahardika selaku Officer Restorasi Bencana Alam Gunung Agung menjelaskan Desa Dukuh dipilih sebagai lokasi acara karena lokasinya yang rawan bencana serta lokasinya yang masih banyak memiliki lahan-lahan tandus dan kritis. “Melalui kegiatan ini kami ingin memperkuat ekonomi masyarakat desa karena masyarakat yang berdaya secara ekonomi akan lebih mampu menghadapi kemalangan bencana,” ungkap Adi Mahardika disela-sela kegiatannya bersama warga Desa Dukuh.

Kegiatan ini di awali dengan penjelajahan desa bersama para peserta yang berasal dari masyarakat di luar Desa Dukuh. Penjelajahan desa ini dilakukan untuk memperkenalkan hasil-hasil produksi khas Desa Dukuh yaitu, gembrang, berasal dari serat daun gebang yang sering digunakan untuk rambut ogoh-ogoh atau barong, kacang mete, arak dan gula yang berasal dari pohon ental.

Adi mengatakan, dengan adanya kegiatan penjelajahan ini diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri masyarakat Desa Dukuh, menanamkan mindset bahwa mereka memiliki potensi yang bernilai jual dan orang lain juga datang dari jauh untuk mempelajari serta melihat potensi yang mereka miliki tersebut.

Peserta bersama para penyelenggara pun sempat menyampaikan ide-idenya pada kelompok-kelompok tani di Desa Dukuh untuk membuat sesuatu yang “lain” dari hasil tani mereka biasanya guna meningkatkan variasi hasil produksi mereka, seperti membuat tali dari serat gebang dan nata de coco dari nira ental.

Tidak hanya meningkatkan perekonomian masyarakat melalui hasil produksi desa, CII juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan hutan di Desa Dukuh dengan luas yang mencapai kurang lebih 2 hektar. Hal tersebut terealisasi melalui Diskusi Perhutanan Sosial dan Penyerahan Usulan Hak Pengelolaan Hutan Desa oleh Desa Dukuh kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Pemerintah pusat mengeluarkan program perhutanan sosial, jadi dulu itu kan hutan lindung di bawah kekuasaan negara tidak boleh diutak-atik oleh orang lain, sekarang presiden dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengizinkan untuk bisa mengelola hutan, jadi hutan kita ini bisa dijadikan sebagai tempat wisata dan hal-hal yang berkelanjutan,” ujar Adi Mahardika.

Tidak hanya memanfaatkan hutan untuk mendukung perekonomian desa, kegiatan yang diadakan CII bersama BNPB dan KLHK ini juga mengajak masyarakat Desa Dukuh untuk menjaga hutan dan lingkungan yang menjadi potensi ekonomi mereka dengan melakukan kegiatan seperti mereboisasi dan melakukan perbaikan terhadap lahan-lahan yang rusak pasca erupsi. Warga Desa Dukuh juga diberikan sosialisasi oleh BNPB tentang Adaptasi dan Mitigasi Bencana agar lebih siap lagi dalam menghadapi bencana.

Ketika ditanya perihal kemungkinan acara ini akan diadakan lagi pada kesempatan berikutnya, Adi Mahardika mengungkapkan, “Program kita adalah restorasi, ini lebih ke public engagement-nya. Kalau musim hujan tiba nanti kita akan lebih banyak menanam pohon, merawat apa yang sudah kita tanam, mengajarkan warga membuat pupuk. Setelah lima tahun kalau sudah ada hasil baru akan kita lakukan lagi acara seperti ini.”

Acara ini diikuti oleh 162 orang ini—40 orang merupakan peserta luar Desa Dukuh dan sisanya berasal dari warga desa setempat. Anak-anak Desa Dukuh juga diajak untuk melakukan kegiatan edukasi seperti membaca komik dan menggambar bersama para peserta. Tidak hanya itu, para warga desa juga disuguhi hiburan penampilan Robi Navicula dan Made Mawut serta pembacaan puisi dari para peserta dan penampilan kesenian dari warga desa.

Para peserta, baik yang berasal dari luar Desa Dukuh maupun bukan, tampak antusias mengikuti acara. Menariknya, antusiasme warga Desa Dukuh ditunjukkan dengan tingginya angka partisipan yang mencapai 122 orang. Seperti yang diungkapkan Ketut Sulas, seorang anak Desa Dukuh yang masih duduk di bangku kelas 5 SD yang datang ke lokasi acara bersama keluarganya, “Sebelumnya belum pernah ada acara seperti ini, makanya tadi disuruh datang kesini”.

Salah satu peserta yang berasal dari Belanda, Anna, mengatakan dirinya sangat terkesan dengan kesederhanaan para warga desa dalam mengelola potensi desa mereka secara tradisional dan menyuguhkan apapun yang mereka punya. (Via/Naila/Akademika)

Editor: Kristika

 

[DISCLAIMER]

Berita ini dipublikasikan pertama kali  pada tanggal 4 Juli 2018 di persakademika.com

 

You May Also Like