Politik dalam Sepak Bola

Sepak bola modern sudah bukan lagi hanya sekadar olahraga, melainkan sudah menjadi industri yang didalamnya terdapat unsur-unsur lain seperti sosial-budaya, ekonomi dan politik.

 

Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 oleh FIFA sedang hangat menjadi topik pembicaraan, terutama bagi pecinta sepak bola. Pembatalan tersebut dikarenakan adanya beberapa pihak yang menolak kehadiran Israel dalam turnamen dunia tersebut, salah satunya dari Pemprov Bali yang menolak kehadiran Israel di Bali. Keikutsertaan Israel dalam Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan Juni mendatang memang telah menuai kontroversi sejak awal. Apa yang terjadi belakangan merupakan bagian dari dinamika dalam industri sepak bola modern yang saat ini kian berkembang di Indonesia.

Perkembangan sepak bola saat ini telah bertransformasi menjadi sebuah industri yang kemudian dikenal sebagai industri sepak bola modern. Dalam industri sepak bola modern, olahraga tidak lagi menjadi satu-satunya entitas utama tapi juga terdapat entitas sosial, ekonomi, bahkan politik. Kapitalisme global menjadi latar belakang lahirnya industri sepak bola modern. Kini, kapital yang berputar dalam pusaran industri sepak bola modern setiap tahunnya dapat mencapai ratusan miliar dolar AS. Di samping itu, politik juga telah lama menyusupi industri sepak bola modern.

 

Politik dalam Sepak Bola

Sepak bola sebagai olahraga yang memiliki daya tarik global kerap dijadikan sebagai salah satu instrumen politik. Salah satu bukti konkret politik telah masuk ke dalam sepak bola modern dapat dilihat dari FIFA (sebagai induk federasi sepak bola dunia yang mengakui keanggotaan federasi suatu negara berdasarkan pengakuan kedaulatan dari negara-negara lain atau telah masuk dalam keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa), sekalipun FIFA melarang politik masuk ke dalam sepak bola.

Pertandingan sepak bola kerap dijadikan etalase politik. Salah satu contoh yang paling banyak diketahui adalah rivalitas antara Barcelona dengan Real Madrid yang dilatarbelakangi sentimen politik terkait perang sipil di Spanyol yang terjadi pada 1930an. Selain itu, pada dekade 1980an, suporter sepak bola di Skotlandia kerap memanfaatkan laga kontra Inggris untuk menyuarakan protes terhadap kepemimpinan Margaret Thatcher.

Sentimen politik juga diterjadi dalam gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar. Amerika Serikat dan Iran yang memiliki hubungan politik tidak harmonis bertemu pada fase grup. Joe Biden pun memanfaatkan momentum tersebut sebagai panggung politik internasionalnya. Di sela-sela konfrensi pers di Gedung Putih, Joe Biden merayakan kemenangan Amerika Serikat di hadapan awak media. Padahal pelatih timnas Amerika Serikat, Gregg Berhalter, sebelumnya meminta agar pertandingan tersebut tidak dikaitkan dengan politik.

Soekarno menjadikan olahraga – termasuk sepak bola – sebagai salah satu alat politiknya masa itu. Dalam politik dalam negeri Soekarno, mengingat kemerdekaan Indonesia yang saat itu masih seumur jagung, sepak bola dijadikan sarana penguatan nasionalisme. Hal tersebut dikarenakan adanya emosi dan fanatisme yang kuat dalam sepak bola.  Di panggung internasional, Soekarno secara tegas menyatakan “sports has something to do with politics!, Indonesia proposes now to mix sports with politics” sebagai sanggahan terhadap pernyataan Komite Olimpiade Internasional “sports are sports, do not mix sport with politics” yang sebelumnya melarang keikutsertaan negara komunis (China dan Vietnam) dalam olimpiade.

 

Mimpi Sepak Bola Indonesia Terganjal Politik

Dikarenakan sikap politik luar negeri Indonesia di era pemerintahan Soekarno yang menolak kolonialisme membuat timnas Indonesia menolak bertandang ke Israel dalam gelaran kualifikasi Piala Dunia 1958 Zona Asia. Padahal, Indonesia hampir melaju ke Piala Dunia 1958 di Swedia. Tidak hanya Indonesia, Mesir dan Sudan yang juga berada satu grup dengan Israel juga menolak bertanding.

Kali ini juga terjadi penolakan tapi lebih krusial dari sekadar menolak bertanding kontra Israel, melainkan beberapa pihak menolak menjamu Israel di Indonesia. Israel sudah memastikan diri melaju ke Piala Dunia U-20 sejak tahun lalu setelah secara mengejutkan berhasil tembus ke final Piala Eropa U-20 2022 yang sekaligus kualifikasi Piala Dunia U-20 2023. Pembatalan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia menyisakan pertanyaan sanksi apa yang akan dijatuhkan FIFA terhadap Indonesia?

Pembatalan ini menambah catatan suram sepak bola Indonesia. Padahal, Indonesia ketika masih memiliki pekerjaan rumah untuk membenahi sepak bola pasca tragedi Kanjuruhan pada Oktober tahun lalu.

 

Memisahkan Politik dari Sepak Bola

Dalam industri sepak bola modern, politik memang tidak bisa dipisahkan begitu saja dari sepak bola karena sejatinya hubungan keduanya dapat saling menguntungkan. Terdapat beberapa contoh hubungan harmonis antara sepak bola dan politik.

Pada akhir dekade 1990an, Sutiyoso yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menggaet Persija Jakarta dalam rangka city branding. Pada masa itu, Persija sedang berada di masa terpuruk karena kesulitan finansial hingga ditinggalkan suporternya. Kemudian, Sutiyoso menjadi salah satu sosok sentral di balik kebangkitan Persija dengan membantu menyelesaikan permasalahan finansial hingga pendirian The Jakmania sebagai suporter Persija. Seiring waktu, prestasi Persija kembali cemerlang bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan The Jakmania hingga menghasilkan citra positif bagi Jakarta. Oleh karena itu, nama Sutiyoso pun dikenal baik oleh masyarakat Jakarta.

Hal serupa juga terjadi di Milan, Italia pada 1986. Juga dilatarbelakangi oleh kesulitan finansial klub hingga redupnya prestasi AC Milan, Silvio Berlusconi datang bak pahlawan menyelamatkan AC Milan dari kesengsaraan hingga kembali meraih gelar scudetto Italia dan gelar Champions Eropa. Awal dekade 1990an, Berlusconi memantapkan diri untuk terjun ke politik dengan mencalonkan diri sebagai perdana menteri dan menjadikan sepakbola dan AC Milan sebagai penopang strategi pemilunya. Strateginya pun berhasil membawanya duduk di kursi Perdana Menteri Italia pada tahun 1994.

 

Referensi:

Perang Sipil Spanyol Pecah Mengantar Diktator Franco ke Kekuasaan (tirto.id)

Real Madrid 1950-an: Memang Kuat atau Karena Faktor Franco? (tirto.id)

Sepakbola Modern Sebagai Entitas Kompleks | Pandit Football Indonesia

AC Milan: Kuda-kuda Politik Berlusconi – footbalitics. (wordpress.com)

Aji, R. B. (2012). Nasionalisme dalam Sepak Bola Indonesia Tahun 1950-1965. Lembaran Sejarah, 10(2), 135-148.

 

 

 

Penulis : Jaka

Penyunting : Michelle

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *