Kawal Kasus SPI, BEM Udayana Serahkan Kajian ke Kejati Bali

Kejati Bali (5/4) menerima kunjungan audiensi dari BEM Universitas Udayana sekaligus penyerahan kajian  mengenai SPI. Kajian yang memuat sejumlah poin tuntutan mengenai komitmen untuk penghapusan sistem SPI secara nasional dan menuntut mekanisme perubahan sistem SPI dengan melibatkan mahasiswa menjadi salah satu bentuk dukungan BEM Universitas Udayana terhadap pengusutan tuntas dugaan kasus korupsi yang terjadi di Unud. 

Sebagai bentuk dukungan kepada Kejati Bali untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi di Universitas Udayana, Rabu (5/4) , BEM Udayana mendatangi Kejati Bali dengan tujuan menyerahkan kajian “SPI Sebagai Bentuk Komersialisasi dan Celah Korupsi Pada Pendidikan Tinggi”. Selain itu, Kedatangan BEM Udayana ke Kejati Bali juga bertujuan untuk mengadakan audiensi.

Audiensi yang disampaikan berfokus pada pembahasan mengenai bentuk dukungan dan sikap BEM Udayana kepada Kejati dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana SPI. Dari pihak Kejati dihadiri oleh Kepala Aspidsus Kejati Bali, Agus Eko Purnomo, S.H., M.Hum, Kasi Penyidikan Kejati Bali, Andreanto, S.H., M.H. dan Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, S.H., M.H. Dalam kegiatan audiensi ini BEM Udayana menyerahkan hasil analisis kajian serta observasi mereka kepada pihak Kejati Bali.

 

Observasi SPI – Penyerahan kajian dari BEM Udayana kepada pihak Kejati Bali

 

Tujuan dilakukannya audiensi ini adalah untuk mendapatkan gambaran dari masing-masing pihak, yaitu pihak penyidik dan pihak rektorat yang sudah sering mengadakan audiensi sebelumnya, sehingga BEM mendapatkan jawaban pasti dan tidak hanya berspekulasi lagi. Selain itu, pihak BEM juga membuat kajian akademik dengan dua motif, yaitu:

  1. Sebagai bentuk dukungan moril pada Kejaksaan Tinggi sekaligus barang bukti baru untuk mengusut tuntas SPI Universitas Udayana.
  2. Menjawab tantangan rektor tentang apakah UNUD akan kolaps tanpa adanya SPI

Adapun mengenai tuntutan yang disampaikan dalam kajian yang diserahkan adalah sebagai berikut:

  1. Berkomitmen untuk memperjuangkan penghapusan sistem Sumbangan Pengembangan Instansi (SPI) secara nasional melalui revisi Permendikbud No. 25 Tahun 2020 yang tidak berkeadilan.
  2. Secara realistis, menuntut perubahan mekanisme penerapan SPI dengan penginputan nominal SPI menjadi di akhir setelah mahasiswa dinyatakan lulus hasil tes seleksi mandiri (telah mendapatkan NIM) serta besaran nominal SPI di semua program studi yang dimulai dari grade 0.
  3. Menuntut pihak Rektorat Universitas Udayana untuk melibatkan perwakilan mahasiswa dalam penyusunan kebijakan mekanisme SPI dan SK Rektor tentang penerimaan mahasiswa jalur mandiri tahun akademik 2023/2024.
  4. Mendukung penuh Kejaksaan Tinggi Provinsi Bali untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana SPI yang melibatkan Rektor dan pejabat di Universitas Udayana.

Nantinya, kajian Akademik yang dibuat oleh BEM akan dipertimbangkan dan dipelajari kembali untuk memenuhi kualifikasi sebagai sebuah bukti. “Apabila memenuhi tentunya akan lebih kuat lagi hasil kajian itu. Nanti didukung sama teman-teman, memberikan keterangan sebagai alat bukti saksi, menerangkan apa yang dialami teman-teman mahasiswa di dalam kampus terkait SPI ini tentunya mengacu pada hasil kajian yang telah dibuat,” ungkap Putu Agus Eka Sabana Putra, Kasi Penerangan Hukum Jaksa Tinggi Bali

Perkara proses penyidikan terhadap tiga tersangka yang ditetapkan, terlebih dahulu sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk diteliti Jaksa Peneliti terhadap kekurangan dan kesempurnaan berkas untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Kemudian pada 06 April 2023, Kejati akan memanggil tersangka untuk memberikan keterangan sebagai tersangka.

Untuk pergerakan selanjutnya dari BEM Udayana dalam mengawal kasus ini, Padma, ketua BEM Universitas Udayana menyatakan akan menunggu praperadilan yang akan dilaksanakan pada tanggal 10 April 2023 nanti. “Kami dari BEM dengan tegas akan mengawal isu tersebut, kami ingin tahu siapa yang salah disini sebenarnya, karena banyak dibentuk segala politikus berbicara di media bahwasanya rektor itu dipolitisasi. kalau memang kata rektor itu bersalah otomatis terbukti mereka mungkin ada kepentingan dibaliknya, kita tidak tahu. Sedangkan kalau ternyata memang salah Kejati, ya berarti kita silahkan diulang karena praperadilan belum tentu membahas substansi, karena praperadilan membahas penangkapannya sehingga menang sekarang rektor dan dicabut tersangkanya, ya bisa di berkas ulang karena emang praperadilan hanya sekedar prosedur bukan bahan materi pembahasan,” ungkap Padma pada wawancara di Kejati (05/04).

Terakhir harapan dari Kejati Bali sendiri terkait dengan penanganan SPI yang dilakukan oleh BEM Universitas Udayana, bahwasanya agar penegakan hukum tidak diseret atau dibawa kemana-mana karena merupakan benih murni penegakan hukum. “Evaluasi sistemnya apabila sistemnya lemah dengan penegakan hukum ini, kan nantinya kita ada rekomendasi bahwa itu lemah, kalau memang ada oknum yang salah kita ganti oknumnya dengan yang mampu menjalankan sistem itu,” ungkap Putu Agus Eka Sabana Putra menutup.

Penulis: Meutia dan Fanny

Penyunting: Gangga, Day

You May Also Like