Masa Pandemi tidak menjadi halangan bagi kelompok pemuda Kota Denpasar untuk berinovasi menciptakan pameran sederhana. Guna melepas rasa rindu masyarakat akan seni ogoh-ogoh, mereka menciptakan Pameran Caka 1943 yang bertujuan untuk mengedukasi dan mengenalkan ragam kesenian ogoh-ogoh pada masyarakat.
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung setahun sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat Bali khususnya dibidang pagelaran seni ogoh-ogoh. Tahun 2020 dan 2021 merupakan masa kelam bagi kesenian ogoh-ogoh yang selalu identik dengan perayaan sehari sebelum menyambut Hari Raya Nyepi. Pasalnya, pagelaran pawai ogoh-ogoh resmi tidak diadakan oleh pemerintah, demi menghindari terciptanya kerumunan massa di masa pandemi ini. Walau demikian, kondisi ini tidak menghalangi inovasi beberapa kelompok pemuda Kota Denpasar, yakni dengan menciptakan pameran sederhana untuk melepas rasa rindu masyarakat terhadap kesenian ogoh-ogoh itu sendiri. Pameran sederhana ini bernama “Pameran Caka 1943”, yang dibuat oleh BKRAF Denpasar dan bekerjasama dengan Sekaa Truna (ST) Yowana Saka Bhuwana Banjar Tainsiat, ST Gemeh, ST Tunas Muda Banjar Sidakarya, serta Komunitas Abinaya ITB STIKOM Bali. Pameran Caka 1943 ini berlokasi di Gedung Dharma Negara Alaya, dekat Taman Kota Denpasar. Pameran ini menampilkan tiga kategori pajangan, yaitu lukisan sketsa, tapel, dan ogoh-ogoh mini.
Berbagai kalangan masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa pun ikut hadir melihat dan mengabadikan momen dalam pameran ini. Mereka penasaran untuk mengenal lebih lanjut tentang seluk beluk ogoh-ogoh yang dipajang dalam pameran. Uniknya pameran ini menampilkan pajangan beberapa tapel ogoh-ogoh yang dilengkapi keterangan proses pembuatannya. Pajangan lukisan sketsa dan ogoh-ogoh mini pun dilengkapi sinopsis cerita-cerita rakyat yang mengiringi latar belakang mengapa bentukan ogoh-ogoh tersebut dibuat. Salah satu pengunjung lokal bernama Nuray Adnyana (16) merasa senang melihat beberapa pajangan karya ogoh-ogoh. “Ya sangat senang sekali dan bisa lihat ogoh-ogoh mini, dari ogoh-ogoh mini dan besar ini bisa bikin foto-foto bersama teman-teman,”ujarnya(18/3).
Tidak hanya pengunjung lokal (Masyarakat Kota Denpasar), ada juga pengunjung dari luar Bali yang mengunjungi pameran ini. Salah satunya mahasiswa perantau bernama Nico Andreas (20) yang mengagumi karya seni lukisan sketsa dan bentuk ogoh-ogoh. “Dengan adanya pameran ogoh-ogoh ini, dari aku sebagai orang luar Bali, jadi lebih memahami bagaimana sih ogoh-ogoh itu, apa-apa saja sih sifat-sifat dan sejarah dari monster (patung- red) ogoh-ogoh itu, aku juga dapat wawasan mengenai Kebudayaan Bali,” ungkapnya. Nico berharap pameran kedepannya bisa lebih dieksplorasi mengenai cerita-cerita ogoh-ogoh tersebut, karena menurutnya masih kurang banyak cerita-cerita sejarah dari berbagai macam bentuk ogoh-ogoh yang ditampilkan.
Selain itu, ketua panitia pameran bernama I Gede Agus Pramana Harta (24) mengungkapkan alasan dia dan teman-temannya membentuk pameran ogoh-ogoh ini. “Pertama, kita sebagai generasi muda ingin memberikan wadah kepada para seniman khususnya di Bali ini, dimana di masa pandemi ini kan kita tahu semuanya pagelaran ogoh-ogoh ini ditiadakan. Kami ingin membuat bagaimana di masa pandemi ini agar pemuda itu tetap berkarya, karena di bali ini kita harus melestarikan budaya dan istiadat kita,” ujarnya. Salah satu panitia pameran bernama Pande Ganantra (22) yang juga bagian dari STYowana Saka Bhuwana Banjar Tainsiat mengungkapkan bahwa pameran ogoh-ogoh ini berlangsung dari tanggal 10-27 Maret 2021. Pande Ganantra berharap setelah diadakannya pameran ini, generasi muda bisa melestarikan budaya ogoh-ogoh. “Agar banyak Sekaa Truna Truni (STT) yang membuat pameran ogoh-ogoh mini ini, harapannya sih agar pandemi cepat berlalu, biar kita bisa pawai ogoh-ogoh seperti biasa,”harapnya.
Penulis: Teja Wijaya/Pers Akademika Unud
Penyunting: Gangga Samala