Suasana Politik Menuju Pilkada 2018

Oleh: Petruz Haloho
Editor: Kristika, Juniantari

 

Seluruh partai politik yang telah resmi sesuai dengan undang-undang pemilu akan mengajukan calon-calon kepala daerah di seluruh negeri dalam rangka Pilkada 2018. Hal ini pun menjadikan 2018 sebagai tahun politik, seiring dengan digelarnya 171 pilkada yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Semua partai politik (parpol) akan mengeluarkan jurusnya masing-masing untuk mendapatkan kursi kepemimpinan dan yang paling kini adalah berita hoax dan ujaran kebencian.

 

Di tahun politik seperti yang kita ketahui, pilkada di tahun 2018 ini bisa dibilang sangat panas. Hal ini terlihat dari potensi pemanfaatan identitas primordial dan kultural dikhawatirkan dapat menimbulkan anarkisme sosial. Tak hanya itu, isu hoax yang diwujudkan melalui narasi radikalisme di dunia maya, eksploitasi agama dalam kepentingan politik telah menggiring terciptanya sentimen SARA yang berujung terhadap kebencian, kekerasan dan bahkan radikalisme terorisme berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Untuk itu semua masyarakat diminta untuk waspada terhadap isu-isu yang mampu memecah persatuan dan masyarakat dituntut untuk pintar dalam menggunakan media.

 

Selain itu masyarakat harus menjaga kerukunan antara umat di tanah air, agar tidak terjadi perpecahan. Di sini tokoh agama dan tokoh masyarakat harus mengingatkan masyrakat agar tetap menjaga perbedaan yang ada di negeri ini. Jadi untuk tahun 2018 seharusnya disadari oleh masyarakat bahwa ujaran kebencian yang dilakukan, baik kebencian dengan menggunakan isu SARA itu harus  ditinggalkan karena itu dapat menimbulkan perpecahan di antara umat yang ada di negeri ini, agar tidak mudah terpancing oleh situasi politik yang akan diselenggarakan.

 

Seperti yang kita ketahui sekarang ini, ada calon kepala daerah yang terjangkit kasus korupsi yang sudah ditetapkan oleh KPK. Ini sangat merugikan bagi calon kepala daerah itu sendiri dan menguntungkan bagi calon kepala daerah yang menjadi lawan politiknya. Menurut pandangan dari beberapa petinggi negeri ini, calon kepala daerah yang terjangkit kasus korupsi seharusnya jangan ditetapkan sebagai tersangka dulu, dikarenakan hal ini dalam situasi pilkada karena dapat menimbulkan perpecahan di antara masyarakat dan menjadi tidak kondusip. Itu sebagai acuan untuk KPK agar tidak memproses kasus terlebih dahulu melainkan memproses setelah pilkada selesai. Setelah pilkadalah momen yang sangat baik untuk memproses calon kepala daerah yang terjangkit kasus korupsi.

[DISCLAIMER]

Berita ini dipublikasikan pertama kali  pada tanggal 27 April 2018 di persakademika.com

You May Also Like