APLIKASI CONTACT TRACKING DARI SISI ETIK DAN KETIADAAN REGULASI

Penulis: Ni Nengah Dwi Candra Kusumagandhi

Alumni S1 Fakultas Hukum Universitas Udayana

Mahasiswi Magister Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada

Dosen pengampu: Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D.

Aplikasi Contact Tracking sebagai Pengawasan dalam Menghadapi Pandemi

Pemerintah mengembangkan dan menerapkan teknologi pelacakan digital (contact tracking) bernama PeduliLindungi. Saat ini, aplikasi PeduliLindungi digunakan untuk pelacakan kontak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pengunaan aplikasi PeduliLindungi pun dapat berlanjut jika terjadi wabah penyakit dengan pola penyebaran serupa di masa mendatang. Adapun contact tracking bermaksud mengidentifikasi hingga mengelola orang-orang yang terpapar penyakit tertentu untuk mencegah penularan selanjutnya. Upaya contact tracking membantu dalam hal kesehatan masyarakat, utamanya mempercepat pelaporan dan berimplikasi pada ketepatan pengambilan keputusan dari informasi yang telah terhimpun.

Salah satu bentuk teknologi digital untuk pengawasan pandemi Covid-19 yang digunakan Indonesia adalah Proximity Tracking. Proximity Tracking merupakan teknologi digital pelacakan kedekatan dengan menggunakan data bluetooth untuk merekam ketika dua pengguna berada dalam jarak dekat satu sama lain. Lebih lanjut, saat pengguna melaporkan bahwa dia positif Covid-19, aplikasi dapat segera memberi tahu pengguna lain yang berada di dekat pengguna yang terinfeksi, mendorong mereka untuk mengambil tindakan selanjutnya. Fitur-fitur tersebut dapat membantu pencegahan penularan virus dengan mengambil keputusan untuk isolasi mandiri dan melakukan jarak fisik. Pada tahap inilah penyebaran suatu wabah penyakit menular berpeluang untuk terkontrol. Di sisi lain, data yang dihasilkan oleh teknologi pelacakan digital dapat dimanfaatkan dalam penelitian hingga kesiapsiagaan jika terjadi epidemi lainnya di masa depan. Krusialitas kegunaannya itulah membuat aplikasi pelacakan digital kian lumrah digunakan. Namun, terdapat kekhawatiran dan risiko tersembunyi tentang proses pengumpulan, penggunaan, dan perlindungan data yang terpaut di dalamnya.

Privasi dari Sisi Etik

Laju teknologi yang semakin canggih memproses serta menggunakan data pribadi berdampak pada hak-hak penggunanya. Data pribadi ini dapat berupa nama seseorang, lokasi, informasi kontak, atau perilaku daring maupun dunia nyata. Privasi terhadap data berarti kewenangan atau kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan sejauh mana informasi pribadi tentang mereka dibagikan atau dikomunikasikan kepada orang lain. Contact tracking tentunya akan bersinggungan dengan privasi seseorang karena pelacakan lokasi yang dilakukan sangat tidak terkontrol; melacak seluruh pergerakan dan orang-orang yang kita temui.

Aplikasi yang dalam penggunaannya menggunakan data pribadi haruslah memperhatikan prinsip Privacy and Confidentiality. Privacy dapat didefinisikan sebagai kendali atas tingkat, waktu, dan keadaan terkait pembagian informasi dirinya, baik secara fisik, perilaku, atau intelektualnya dengan orang lain. Confidentiality berkaitan dengan perlakuan informasi yang telah diungkapkan seseorang dalam hubungan kepercayaan dengan harapan bahwa informasi itu tidak akan diungkapkan kepada orang lain tanpa izin darinya. Prinsip etika terkait lainnya termasuk non-maleficence, tidak merugikan orang lain, dan beneficence, mengambil langkah afirmatif untuk memajukan kesejahteraan orang lain. Menciptakan keseimbangan yang tidak hanya menghormati kepentingan individu dalam Privacy, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat dalam manfaat klinis, penelitian dan kesehatan masyarakat. Risiko yang timbul dari pelanggaran Privacy and Confidentiality dalam hal penggunaan data tersebut dapat mengancam hak asasi manusia dan kebebasan selama dan setelah pandemi Covid-19. Pengawasan yang dilakukan bisa menjadi suatu garis kabur antara pengawasan penyakit dan pengawasan populasi.

Aplikasi yang mewajibkan memberikan data berupa nama, email, nomor telepon hingga lokasi pengguna berdampak pada keterhilangan kendali pengguna atas data pribadinya. Terlebih, bila pengguna tidak menyadari pemanfaatan data tersebut di luar aplikasi yang digunakannya. Hal ini diperburuk dengan kondisi para pengguna aplikasi yang tidak memiliki hak tuntutan atas apa yang terjadi pada data pribadinya. Sesungguhnya, sebagai seorang warga sipil, kita memiliki hak untuk menjalani hidup pribadi tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi, ada situasi ketika pemerintah dapat mengesampingkan hak privasi. Situasi ini hanya diperbolehkan jika pemerintah dapat menunjukkan bahwa tindakannya sah dan diperlukan, seperti menyangkut perlindungan keamanan nasional, perlindungan keselamatan publik, perlindungan ekonomi, perlindungan kesehatan atau moral, mencegah kekacauan atau kejahatan atau melindungi hak dan kebebasan orang lain, dan tindakan-tindakan yang sesuai dan tidak lebih dari yang diperlukan untuk mengatasi suatu masalah. Perusahaan aplikasi dan badan-badan yang memiliki akses terhadap informasi rahasia mengenai penggunanya dapat diminta untuk menghormati kerahasiaan, bahkan jika mereka tidak terikat secara hukum untuk melakukannya.

Perlunya Aturan Khusus untuk Perlindungan Privasi di Indonesia

Perusahaan pembentuk aplikasi tersebut dapat mengembangkan atau berbagi informasi data aplikasi pelacakan digital mereka dengan pemerintah. Lebih lanjut, dapat pula diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dikumpulkan. Berbicara mengenai data pribadi yang dikumpulkan tentunya menimbulkan kekhawatiran bahwa ketidakbertanggungjawaban dalam penggunaan data pribadi ini dapat menyebabkan gangguan atau kendali terhadap kehidupan pribadi pengguna. Hal ini dapat mendatangkan bahaya bagi masyarakat. Data pribadi dapat disalahgunakan dalam beberapa cara jika tidak dijaga kerahasiaannya atau jika pemilik aplikasi tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol bagaimana data pribadi pengguna akan digunakan. Ketidakbertanggungjawaban ini bermuara pada tindakan kejahatan digital, seperti penggunaan data pribadi untuk menipu atau melecehkan, terjadinya jual beli identitas kepada pihak lain tanpa persetujuan sehingga mendapat iklan atau pemasaran yang tidak diinginkan, pemantauan aktivitas yang dapat membatasi kemampuan untuk mengekspresikan diri secara bebas terutama bila di bawah pemerintah yang represif atau menekan.

Pentingnya undang-undang perlindungan data didukung dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang mendasar. Berpegang pada prinsip bahwa penyimpanan dan penggunaan data pribadi untuk berjalannya pelaksanaan layanan Kesehatan bagi masyarakat umum. Kehidupan pribadi yang telah dilindungi Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi, “Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang terkait privasi, keluarga, rumah atau korespondensinya, atau serangan terhadap kehormatan dan reputasinya”. DUHAM menjadi dasar bagi perjanjian-perjanjian hak asasi manusia internasional yang melindungi hak atas privasi. Pemerintah dalam tujuannya mencapai kesehatan masyarakat wajib melindungi hak-hak dasar, khususnya privasi, pada saat yang bersamaan. Beberapa negara layaknya Kanada, Jepang, Australia, Singapura, Eropa, dan lainnya telah memiliki undang-undang nasional perlindungan data.

Konsep privasi dan perlindungan data dapat ditemukan dalam amandemen UUD 1945 pada pasal 28F dan 28G untuk perlindungan data. Pasal-pasal ini tidak secara langsung menyebutkan privasi dan perlindungan data tetapi dapat dianggap sebagai payung hukum untuk peraturan tertentu. Aturan-aturan yang terkait dengan privasi dan perlindungan data ini dapat kita temukan tersebar dalam aturan undang-undang yang berbeda-beda. Indonesia masih belum memiliki kebijakan khusus mengakomodir privasi dan perlindungan data yang bersifat tunggal dan terpadu. Privasi dan perlindungan data yang tersebar dalam UU tersebut tergolong sangat umum dan hanya memberikan beberapa ketentuan terkait privasi dan perlindungan data. Terdapat celah-celah dalam regulasi sehingga belum optimal memberikan perlindungan. Ketiadaan regulasi khusus privasi dan perlindungan data membuat lembaga negara maupun swasta cenderung serampangan dalam mengolah data pribadi karena tidak dapat dituntut saat ada kasus peretasan dan kebocoran data. Misalnya, kasus kebocoran data BPJS sebanyak 279 juta penduduk dan kebocoran data eHAC.

Kemunculan aplikasi contact tracking memang bertujuan baik, namun perlindungan data yang tidak memadai justru memicu pelanggaran data dan membahayakan privasi pengguna. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang, kebijakan, dan mekanisme pengawasan yang dapat membatasi penggunaan teknologi pelacakan digital dan penelitian yang dapat menggunakan data yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. Penggunaan data pribadi yang didapat dari aplikasi ini pun harus selalu diperhatikan dari sisi etik dan memastikan bahwa aplikasi tersebut tidak melanggar privasi.

 

 

You May Also Like