Semakin banyak perubahan yang terjadi, belum tentu membuat siswa-siswi menjadi lulusan terbaik.
Ujian Nasional (UN) selalu menjadi daya tarik kalau sudah memasuki semester genap pada siswa kelas VI, IX dan XII. Sejak kemunculannya, selalu saja ada pro dan kontra dari berbagai pihak.
Keberadaan UN diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 19 Tahun 2005 yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Banyak dari mereka menganggap ujian nasional merupakan pembodohan, merepotkan bagi orang tua dan siswa, serta tidak berguna. Tetapi, tidak sedikit dari mereka mengatakan bahwa ujian nasional harus tetap dipertahankan, karena pertimbangan bahwa ujian nasional merupakan syarat untuk mencari sekolah lanjutan yang akan ditempuh.
Seiring berjalannya waktu, UN selalu mengalami perubahan yang signifikan, mulai dari tidak adanya paket untuk ujian nasional dan sistem pengawansannya yang sangat ketat, kemudian dengan diberlakukannya dua paket, lima paket dan yang terakhir adalah menggunakan 20 paket dengan sistem barcode dan setiap regional diberlakukan soal yang berbeda-beda.
Dengan banyaknya perubahan tersebut, siswa dibuat bingung dengan “inginnya” para pemerintah memberlakukan berbagai sistem. Padahal, dengan diberlakukannya banyak sistem tersebut justru memperbanyak anggaran dana dan waktu yang terbuang sia-sia.
Apalagi, pada tahun 2015 akan diberlakukan Ujian Nasional online, yang menimbulkan kontra diberbagai kalangan. UN online bisa saja terlaksana jika internet diseluruh Indonesia terjamin lancar, tanpa hambatan. Nyatanya, internet belum masuk sampai daerah pedalaman, seperti NTT, Papua, Lombok, dan wilayah lainnya. Seharusnya pemerintah berpikir lebih matang tentang pemberlakuan sistem UN Online, karena tidak semua siswa di Indonesia mendapatkan internet yang lancar.
Banyak yang harus diperbaiki oleh pemerintah kita, yaitu pembenahan server agar tidak “lelet” saat digunakan. Pemerintah seharusnya lebih memikirkan cara pemerataan pendidikan diseluruh Indonesia, agar tidak timpang daerah yang satu dengan yang lainnya. Jika UN Online tetap dilaksanakan, pemerintah akan semakin jauh dari peserta didiknya karena daerah yang merasa terbelakang akan merasa terintimidasi atas adanya UN Online. Jadi, sebaiknya pemerataan pendidikan yang terlebih dahulu harus dilaksanakan, baru memikirkan UN Online. (Viby)