Bertanya Kok Dapat Nilai?

“Ayo, anak-anak, yang nanya sebut nama dan NIM-nya, yaa. Biar Bapak bisa catet dan kasih nilai,” ucap salah satu dosen di Universitas Udayana. Kalimat tersebut sering terdengar tak lama setelah dosen selesai memaparkan materi saat kuliah. Hal itu sengaja dilakukan karena mahasiswa seringkali tidak ada yang bertanya setelah dosen selesai melakukan presentasi. Bukankah itu berarti bahwa mahasiswa sudah mengerti akan materi yang disampaikan?

Mungkin sistem tersebut dilakukan agar mahasiswa menjadi lebih serius dalam mendengarkan materi yang disampaikan dosen. Alasannya jelas, yang pertama, karena jika mahasiswa tidak mendengarkan materi dari dosen, apa yang akan ditanyakan? Yang kedua, tentu saja untuk mendapatkan nilai tambahan. Penyebab lainnya yaitu dosen bisa menilai soft skill para mahasiswa dari cara mereka menyampaikan pertanyaan. Itu bisa dilakukan apabila mahasiswa terpancing untuk bertanya dengan umpan nilai tambahan.

Sayangnya, umpan nilai tambahan itu bisa berakibat negatif karena tujuan pembelajaran yang makin bergeser. Tujuan awal orang bertanya adalah agar mereka bisa mengetahui hal yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Tetapi, dengan sistem jika orang yang bertanya akan mendapatkan nilai, akan merubah segalanya. Tidak sedikit mahasiswa yang sudah mengetahui jawaban akan pertanyaannya sengaja bertanya lagi agar mendapatkan nilai tambahan. Tidak sedikit pula dosen yang membatasi jumlah mahasiswa yang boleh bertanya. Akibatnya mahasiswa yang benar-benar tidak tahu akan kehilangan kesempatan untuk bertanya.

Oleh sebab itu, sebaiknya mahasiswa yang bertanya tidak usah diberikan nilai tambahan. Atau dosen boleh saja memberikan nilai tambahan kepada mahasiswa yang bertanya, tapi tidak perlu diberitahukan kepada seluruh mahasiswa secara langsung. (Bgs)

You May Also Like