KKN Katalisator Riset Masyarakat

“Jangan percaya kalau jadi sarjana itu tujuan utamanya. Tak ada yang istimewa dari acara wisuda. Berjejer rapi lalu digeser toga kemudian foto bersama keluarga. Kuliah tak hanya berpusat pada apa yang ada di bangku dan apa yang dikatakan oleh dosenmu. Itu sebabnya biarkan petualangan membawamu kesana kemari.” – Eko Prasetyo

KKN atau Kuliah Kerja Nyata hadir kembali. Agenda rutin yang wajib dicicipi oleh insan akademika yang telah masuk semester tuanya. Agenda rutin tahunan yang dilaksanakan dua kali dalam setahun ini memang kerap dianggap beban pun tahapan jemu yang mesti dilewati mahasiswa yang telah menghabiskan harinya berkutat dengan buku-buku di gedung megah (kampus). KKN pun memiliki banyak anggapan mulai dari beban kuliah yang jikalau bisa, lebih baik mahasiswa memutuskan tidak mengikuti, kegiatan membosankan karena harus tinggal di desa (ironi), hingga kadang juga dianggap sebagai ajang mencari jodoh, karena kerap sebagai tempat cinlok (cinta lokasi) muda-mudi kampus. Anggapan-anggapan ini, sebenarnya agak ironis dan juga seakan melupakan maksud dari hadirnya KKN bagi mahasiswa.

Perjalanan hadirnya KKN mesti diingat kembali. Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah agenda wajib mahasiswa semester akhir yang harus diikuti dalam rangka mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penelitian, pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat teramu menjadi satu dalam proses pelaksanaan KKN. Syarat untuk dapat mengikuti KKN pun dipatok dengan minimal telah mengikuti 100 SKS (Sistem Kredit Semester), hal ini tentu menjadi pertimbangan agar mahasiswa yang terjun ke masyarakat sudah memiliki bekal yang cukup selama perkuliahan sebelumnya.

Dalam kegiatan KKN, mahasiswa diminta untuk turun ke masyarakat. LPPM Udayana sebagai pelaksana kegiatan ini telah melakukan pemetaan terhadap wilayah-wilayah yang dijadikan arena penempatan mahasiswa KKN yang terbagi atas beberapa desa dan kabupaten. Mahasiswa yang mendaftarkan dirinya mengikuti KKN akan diberikan kebebasan memilih wilayah yang diminati, kemudian akan dijadikan satu kelompok yang terdiri atas mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi. Harapannya mahasiswa dapat berkolaborasi dan dapat memecahkan persoalan yang dialami oleh masyarakat desa tujuannya.

Namun, apakah KKN kita sudah mampu berperan sesuai dengan tujuan idealnya yang diharapkan mampu menjadi jawaban atas persoalan yang dialami oleh masyarakat? Mengutip dari apa yang disampaikan oleh salah satu professor asal UGM yaitu, Prof. Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D. “Saya termasuk orang yang sebel jika ada mahasiswa KKN di desa saya. Pekerjaannya cuman ngecat pagar, membuat tong sampah, ngecat pos ronda, kerja bakti, tanpa mahasiswa saya juga bisa melakukannya,” (UGM Chanel, 2022). Pernyataan salah satu profesor di UGM ini kiranya menampar pelaksanaan KKN yang berlangsung selama ini. KKN yang diharapkan mampu melakukan pekerjaan yang berciri khas mahasiswa yaitu survei, riset/penelitian, pemetaan hingga menelurkan solusi nyatanya jarang terjadi di lapangan.

Perubahan paradigma KKN yang hanya melakukan kegiatan-kegiatan instan dan sifatnya nyata dan instan (dapat secara langsung dilihat hasilnya) memang tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada mahasiswa. Waktu KKN yang hanya dua bulan, mahasiswa bisa apa? Tentu ini menjadi pertanyaan kita bersama. Dalam waktu yang sesingkat itu, amatlah mustahil dapat menghasilkan satu pemecahan masalah yang konkrit dan tepat sasaran. Ditambah lagi perguruan tinggi tidak serius dalam menjadikan KKN ini sebagai satu agenda pengerahan tenaga mahasiswa yang beribu-ribu jumlahnya untuk dijadikan modal besar dalam melakukan perbaikan di masyarakat. Permasalahannya bersifat sistematis, mulai dari pembelajaran dari semester awal yang kurang mampu membentuk karakter mahasiswa, pada akhirnya tidak menghasilkan kualitas mahasiswa yang memiliki kapabilitas yang cukup dalam memecahkan masalah. Sampai, pemilihan lokasi KKN yang terbilang hanya sekadar menunaikan rutinitas kewajiban sebagai perguruan tinggi. Contohnya, Udayana sangat jarang memang benar-benar mengirimkan mahasiswanya ke tempat-tempat yang sangat membutuhkan dan jauh dari jangkauan baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya.

Program KKN menurut Prijambada harusnya mampu menjadi wahana refleksi mahasiswa. Dalam KKN inilah mahasiswa akan diminta belajar sekaligus mempraktikkan kemampuan riset/penelitiannya, mengasah kepekaan terhadap lingkungan sekitar, berkomunikasi dengan masyarakat dan pada akhirnya melakukan pengabdiannya. KKN juga seharusnya digarap secara serius dan realistis terhadap waktu yang ada, sehingga hal ini pun mendorong KKN harus dilaksanakan secara bertahap. Jika kita menengok sebentar ke belakang, tempat awal munculnya KKN yaitu di Universitas Gajah Mada, dahulu memakan waktu hingga dua tahun, mahasiswa disebar ke seluruh pelosok nusantara, dan pada akhirnya menghasilkan puluhan ribu sekolah. Namun, hari ini KKN hanya dilaksanakan dua bulan, sehingga perlulah kita melakukan manajemen waktu dengan baik, agar KKN tetap mampu menjadi salah satu wahana yang dapat menjadi pipa sumbangsih perguruan tinggi terhadap perbaikan hidup masyarakat.

Waktu yang singkat tersebut, haruslah diatur sedemikian rupa agar tetap mampu menghasilkan luaran yang bermanfaat. Misalkan dua bulan pertama digunakan untuk melakukan survei dan pemetaan, kemudian hasilnya dibawa ke kampus kemudian didiskusikan. Tahun berikutnya, masih ditempat yang sama dilakukan penyusunan strategis dan dimasukkan ke dalam RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa). Setelah itu, pada tahun berikutnya setelah dianggarkan, barulah proyek atau aksi strategis tadi dilaksanakan tentunya menggunakan dana desa yang telah dianggarkan sebelumnya, apalagi jumlah dana desa hari ini tidak sedikit bahkan mencapai satu miliar, sehingga pemanfaatan dana desa pun tepat sasaran, karena telah melalui hasil riset yang biasanya hanya dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, masyarakat sendiri agak sulit melakukannya (UGM Channel, 2022).

Dengan demikian maka fungsi KKN menjadi lebih bermanfaat dan menempati posisinya sebagai salah satu sarana peningkatan taraf hidup masyarakat. Kemampuan khas seorang mahasiswa yang katanya agent of change pun mendapatkan tempatnya, tidak mengambil alih kegiatan-kegiatan yang sebenarnya juga dapat dilakukan oleh warga desa tanpa didampingi mahasiswa. KKN yang memiliki tenaga besar mahasiswa seharusnya mampu menjadi salah satu pendorong pembangunan Indonesia khususnya di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Hadirnya dana desa yang oleh pemerintah digadang-gadang menjadi salah satu pemantik pembangunan pedesaan, dengan hadirnya mahasiswa KKN harapannya dana tersebut dapat dimanfaatkan dengan bijak sesuai kebutuhan. Kita mendengar banyak kabar, dana desa yang miliaran jumlahnya itu, kadang kala digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan dan keberlanjutannya. Hal ini pun tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada desa, karena memang kualitas SDM yang ada masih terbatas, sehingga disinilah harusnya mahasiswa berperan.

Belakangan, tahun KKN hadir kembali, harusnya hal ini menjadi semangat juga untuk memperhatikan dengan serius program Kuliah Kerja Nyata kita. Semua pihak dari perguruan tinggi hingga mahasiswa patutlah melakukan refleksi terkait keberadaan KKN yang selama ini kita laksanakan. Sudahkah KKN mampu menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat? Sudahkan KKN mampu menempatkan dirinya sebagai agen pembawa perubahan dengan kekhasan basis datanya? Sudahkan KKN hadir di tengah-tengah masyarakat menjadi teman mereka dalam merumuskan pembangunan yang berkelanjutan di desa sesuai dengan potensi yang dimiliki? KKN harus menjadi atensi kita bersama dan mulai diperhatikan dan didiskusikan perbaikannya. Agar fungsi KKN sebagai implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi bukan saja sebagai agenda rutin yang menjemukan, tetapi ajang mendekatkan diri dengan tempat yang sejatinya menjadi alasan kita berada di perguruan tinggi.

“Pergilah kepada rakyatmu. Hiduplah bersama mereka, cintailah mereka, belajarlah dari mereka. Mulailah dari tempat mereka berada, kerjakanlah bersama mereka, bangunlah dari apa yang mereka punya. Dan bagi seorang pemimpin yang baik, ketika tugas telah berhasil dilaksanakan, pekerjaan telah diselesaikan, rakyat akan mengatakan: Kami telah mampu mengerjakannya sendiri.” – Lao Tzu

Sumber: UGM Chanel, 2022. Tentang KKN UGM. Prof. Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D. Diakses pada 25 April 2022, via: https://youtu.be/eKBKGeHv5hI

Penulis: Doni Kurniawan

Penyunting: Raka

You May Also Like