Tik Tok, Aplikasi Goblok?

 

Oleh: Pradnyanandana Suwitra

Editor: Kristika

 

Baru-baru ini viral foto pencarian aplikasi goblok yang memunculkan Tik Tok sebagai hasil pencarian teratas. Aplikasi apakah sebenarnya Tik Tok? Apa pula yang menyebabkan aplikasi tersebut menyandang sebutan “aplikasi goblok?

Media sosial saat ini telah menjadi sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan generasi milenial. Penyebaran informasi di media sosial dapat terjadi dengan sangat cepat. Bahkan hal-hal kecil yang dulu kita pikir tidak akan menjadi viral—menyebar dengan cepat; terkenal—kini viral dengan cepat dan tak bisa dihentikan penyebarannya. Media sosial selain sebagai media komunikasi juga dapat difungsikan sebagai sarana hiburan dan tempat untuk menuangkan kreativitas penggunanya. Saat ini kita dapat dengan mudah menemukan konten hiburan seperti video lucu dalam media sosial. Kita pun sebagai pengguna dapat dengan mudah membagikan video buatan kita sendiri yang kita anggap menghibur ke khalayak umum.

Kemudahan membagikan video di media sosial saat ini membuat para pengembang aplikasi berlomba untuk menghadirkan fitur berbagi video pada aplikasi buatannya. Mulai dari aplikasi yang telah lama hadir seperti Instagram dan Facebook hingga aplikasi baru yang memang dikhususkan untuk membagikan video musik dan lipsync seperti Tik Tok. Aplikasi Tik Tok akhir-akhir ini menjadi perbincangan di masyarakat karena dianggap meresahkan bagi sebagian kalangan. Hal ini disebabkan banyak pengguna Tik Tok yang mengunggah konten bermuatan negatif seperti berjoget dengan gaya tidak senonoh hingga yang paling parah dan meresahkan banyak orang, yaitu video anak kecil yang mengikuti kelakuan orang dewasa. Kelakuan tersebut salah satu di antaranya adalah menirukan orang menangis di depan kamera karena putus cinta sambil diiringi lagu sedih. Tak pelak banyak yang menganggap aplikasi Tik Tok adalah aplikasi perusak moral bangsa. Pada komentar halaman unduh aplikasi di Google Play Store banyak warganet mengomentari bahwa Tik Tok adalah “aplikasi goblok” yang tak pantas digunakan oleh generasi muda bangsa ini.

Pada halaman unduh di Google Play Store disebutkan bahwa Tik Tok merupakan platform sosial dengan fungsi utama membuat konten musikal yang unik dan menarik sesuai kreativitas pengguna. Sekilas tak ada yang salah dengan kegunaan aplikasi tersebut. Dengan menggunakan Tik Tok, pengguna bisa membuat konten seperti cover tarian (dance) dan lagu. Tentu dengan tambahan kreativitas dan ide, konten yang dibuat dapat menjadi lebih keren. Namun perlu diingat bahwa konten yang dibuat harus tetap dalam batasan wajar, tidak berlebihan dengan memperhatikan etika dalam bermedia sosial.

Lain halnya jika gerakan-gerakan yang dibuat dalam aplikasi Tik Tok justru di luar batas kewajaran. Baik di luar batas kewajaran dalam etika maupun gerakan-gerakan lain yang masih belum bisa diterima sebagai hal yang wajar bagi masyarakat Indonesia, seperti gerakan lipsync sambil memutar-mutar HP untuk mendapatkan efek transisi. Gerakan tersebut masih dinilai berlebihan, aneh, atau dalam istilah populer di masyarakat, “alay”.

Jika gerakan dalam video tidak mengandung unsur senonoh, kekerasan, dan hal negatif lainnya, sesungguhnya sah-sah saja untuk membuat video menggunakan aplikasi Tik Tok atau yang sejenisnya. Akan tetapi masyarakat malah banyak yang menjadikan video-video Tik Tok sebagai bahan candaan dan menyebarluaskannya di media sosial. Sebagai efek samping, tindakan tersebut justru akan membuat video-video yang masyarakat anggap “tak wajar” itu ikut menjadi terkenal dan berimbas membuat penasaran semakin banyak orang. Tak menutup kemungkinan video yang disebarluaskan dapat ditonton kembali oleh anak-anak lain sehingga muncul keinginan mereka untuk meniru tingkah laku dalam video. Kita selaku sesama masyarakat sebaiknya turut membantu melaporkan video yang mengandung konten yang negatif sehingga dapat segera ditangani oleh pihak pengembang aplikasi dan pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

Sesungguhnya tak hanya pada Tik Tok, konten bermuatan negatif juga bisa ditemukan pada aplikasi media sosial mana pun. Hal ini disebabkan oleh kebebasan para pengguna aplikasi untuk mengunggah apa pun yang mereka inginkan tanpa adanya pengawasan yang ketat. Salah satu pencegahan yang dinilai masih efektif hingga kini untuk menghindari konten negatif di media sosial terutama bagi anak-anak adalah pengawasan dari orang tua. Orang tua seharusnya mampu berpikir serta bersikap lebih bijaksana dalam mengawasi penggunaan media sosial pada anak.

Selain pengawasan orang tua, peranan dari para pengembang aplikasi serta pemerintah turut diperlukan dalam menyeleksi konten-konten yang dianggap pantas untuk dimuat dalam sebuah aplikasi. Seperti menyeleksi aplikasi yang beredar dan memastikannya tidak mengandung fitur yang tujuannya negatif atau pun menyeleksi konten-konten yang sebenarnya baik namun disalahgunakan oleh pengguna. Jangan sampai aplikasi yang bisa diakses oleh segala usia termasuk anak-anak malah memuat hal-hal yang seharusnya dikonsumsi oleh orang dewasa. Namun hal ini dikembalikan lagi kepada pengguna dan orang tua yang mengawasi agar penggunaan aplikasi dapat lebih bijak. Walau bagaimanapun, sebuah aplikasi bisa bermanfaat atau malah sebaliknya memberi dampak yang negatif tergantung pada tujuan si pengguna. Termasuk Tik Tok yang ditujukan untuk memberi hiburan berupa musik dan tarian. Pengguna pun dapat menyalurkan kreatifitasnya melalui aplikasi ini asalkan tidak melewati batas norma yang berlaku.

 

[DISCLAIMER]

Berita ini dipublikasikan pertama kali  pada tanggal 27 Juni 2018 di persakademika.com

You May Also Like