Kepada yang terhormat
Bapak yang masih mendiami keraton putih
megah nan mewah,
hentikan sandiwara itu
hadapi kenyataan bahwa tanganmu
sudah terlalu kotor untuk memimpin tanah ini
Yang mulia,
apa kau pikir kami akan iba
setelah kau gunakan uang kami
untuk mengundang dokter pribadi
sementara saudara kami menjerit di pedalaman
kekurangan tenaga medis
ketakutan dihantui malaria.
Tidak Pak. Tidak!!
Apa kau pikir kami akan simpati
Setelah kau tanpa empati
menghabiskan dana kami
dengan berjudi di tempat gemerlapan,
penuh cahaya di malam hari
sementara di distrik kami jalan tanah,
licin acap hujan, gulita saban malam
Kepada yang terhormat
Bapak yang masih berpura-pura
menyerahlah pak, menyerah
jadilah lelaki sejati
akui bahwa kau hanyalah pengerat
yang tengah memanfaatkan situasi
atas perhatian pusat pada tanah ini
Apakah sejatinya kau tak perlu kami hormati lagi?
Manakala pusat sibuk membangun percaya
memandatkan padamu guna menerbangkan tanah ini
kau malah sibuk menikmat duniawi
memperkaya diri lewat korupsi
jadi benalu bagi pusat,
jadi malu bagi kami
Kepada yang tidak lagi kami hormati
Menyerahlah, menyerah!!
hentikan segala kepalsuan ini
sebab kebenaran akan tegak
kalau tak di sini
kelak di neraka jahanam kau bayar segala dosa.
Poedji / Bendesa Pujiawan
Nopember 2022