Kontribusinya tidak berhenti pada pencapaian prestasi. Perjalanannya untuk pertukaran pelajar di Amerika Serikat menjadi titik balik gadis asal Bontang itu menyadari pentingnya pengenalan dan penghayatan ragam budaya Indonesia. Bersama teman-temannya, ia membangun platform digital untuk mengenalkan budaya nusantara kepada penjuru dunia bernama “Karsa”.
Perjalanan Paskalia Carolina Evans Pio atau yang karib disapa Carol ke Amerika Serikat berawal dari informasi pada papan pengumuman sekolahnya. Ia bersama teman-temannya yang kala itu masih menjadi siswa baru di SMA YPVDP, Kota Bontang, Kalimantan Timur, bertekad untuk mengikuti sebuah program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Gadis yang dikenal berprestasi itu pun ditanyakan lolos dan menetap selama satu tahun di Florida pada tahun 2018-2019.
Carol membagikan pengalamannya saat mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Dimulai dari sistem pembelajaran di sekolah memberi kebebasan dalam memilih muatan pelajaran yang diinginkan. Kemudian, teman-teman dari berbagai negara dengan beragam ceritanya. Yang paling menarik perhatian Carol, selalu ada perbedaan perspektif dari negara-negara tersebut ketika mereka membahas mengenai suatu hal, itulah yang memperkaya pandangannya.
Tidak hanya itu, hal berkesan lain yang ia dapatkan di sana adalah ketika dirinya bisa meraih beragam prestasi di negeri orang. Beberapa diantaranya adalah 3rd Place in Central Florida Debate Initiative Original Oratory Division National Speech and Debate Association Dec 2018 dan 2nd Place in North Florida Catholic Forensic League Original Oratory Division National Speech and Debate Association Jan 2019. Meskipun melelahkan, Carol sangat bersyukur karena mendapat kesempatan tersebut, “Aku merasa bersyukur karena aku dapat kesempatan belajar public speaking lebih banyak selama di sana. Aku dapat ngambil kelas debat, jadi dari gurunya juga mendukung untuk ikut-ikut turnamen, dari sana aku semakin tertarik sama bidang komunikasi,” ungkapnya mengenang.
Sekembalinya ke Indonesia, Carol harus menambah satu tahun masa belajar di SMA untuk menyelesaikan sekolah sesuai dengan sistem pembelajaran yang diterapkan. Hingga kemudian, datanglah sebuah ajakan dari adik tingkatnya yang juga merupakan siswa pertukaran pelajar. “Jadi setelah dia pulang, dia nanyain aku, pengen ngga sih supaya semua orang atau anak seumuran kita lebih kenal tentang budaya? aku jawab pengen banget karena kan sebenernya memang sangat penting untuk tau tentang budaya. Apalagi selama di Amerika itu juga jadi tugas kita untuk ngenalin budaya Indonesia ke negara lain,” tuturnya seraya menirukan percakapan saat itu. Selain itu, menurutnya, sebagai generasi muda bangsa, menjaga kebudayaan memang sudah seharusnya dilakukan. Wujudnya ialah dengan mempelajari atau mencari tahu lebih banyak informasi budaya agar tidak menjadi generasi muda yang buta akan budaya sendiri. Atas kesamaan pemikiran tersebut, Carol langsung mengiyakan ajakan adik tingkatnya untuk membangun sebuah platform digital pengenalan budaya.
Bermula dari 4 orang, termasuk Carol sebagai Co-founder, disepakatilah sebuah nama, yaitu “Karsa” yang diambil dari filosofi Bahasa Jawa; Tridaya. Tridaya terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Karsa memiliki arti tekad, kehendak, dan keinginan yang kuat. Melalui Karsa, Carol beserta kawannya bertujuan untuk mengedukasi insan muda mengenai budaya sendiri juga ingin mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional terutama dengan memanfaatkan relasi mereka di kalangan siswa yang mengikuti pertukaran pelajar.
Saat ini, Karsa telah berjalan satu tahun dengan memanfaatkan media sosial instagram dan youtube untuk mempublikasikan hasil mereka. “Jadi Karsa itu terdiri dari beberapa section atau semacam rubrik-rubrik yang kita gunakan untuk mempromosikan budaya Indonesia, terus kita bikin Relawan Karsa untuk anak-anak di seluruh Indonesia yang mau ikut membantu mempromosikan budaya Indonesia,” jelas Carol. Adapun beragam konten telah dibuat, antara lain Karselebrasi, KBBi, Ada Apa Aja, Karsapresiasi, Jelajah Karsa, Senandung Seminggu, Akulturasik, dan masih banyak yang lainnya.
Selain sebagai co-founder, Carol juga menjadi content writer di Karsa yang mengurus seluruh bagian tulisan untuk postingan instagram dan tulisan yang memerlukan terjemahan. Konten terbaru Karsa yang melibatkannya langsung adalah film “Setahun Lepas Landas” yang telah dipublikasikan pada kanal youtube Karsa sebagai script writer. Tidak berhenti di sana, gadis yang sedang mengenyam pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana ini juga sedang disibukkan dengan kegiatannya yang lain, yaitu menjadi guru les bahasa inggris, menjadi public relation di Yayasan Bina Antar Budaya, serta terdapat beberapa project yang sedang ia siapkan.
Ketika ditanya mengenai cita-citanya sejak kecil, ia menjawab bahwa keluarganya menyarankan dirinya untuk masuk kedokteran. Sementara dirinya sendiri sebenarnya ingin menjadi seorang diplomat, hal ini karena Carol sangat tertarik terhadap isu-isu sosial dan ia ingin memberikan kontribusi dengan terjun langsung ke lapangan tetapi bukan sebagai policy maker. “Kenapa Ilmu Komunikasi? Karena aku pikir kedepannya aku ingin membangun sesuatu kayak foundation, sehingga aku memerlukan tim yang bagus untuk membangun itu, dan untuk bisa punya tim yang bagus, aku juga harus punya keterampilan komunikasi yang baik,” ujarnya. Memilih mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Udayana sendiri muncul karena dirinya mencintai Bali dan sudah sering ke Bali sejak ia belia. Bahkan, Carol menganggap Bali sebagai rumah keduanya. Terbukti dari salah satu konten yang diunggah di instagram Karsa, Carol menggunakan pakaian tari Bali lengkap dengan aksesoris dan rias wajah saat ia mencoba menari Bali.
Sebagai sosok yang aktif dan penuh kegiatan, Carol menyebut bahwa dirinya selalu mempunyai physical dan digital planner yang ia gunakan untuk mencatat kegiatan apa yang ia lakukan setiap hari. Planner tersebut akan menjadi hal terakhir yang dilakukan sebelum tidur dan hal pertama yang ia baca setiap pagi. Di sisi lain, tekad kontribusi pada kehidupan menjadi motivasi yang masih dipegangnya hingga saat ini. Sambil mengutip perkataan Ernest Prakasa, ia menyebutkan jika hidup bukan perkara durasi, tapi perkara kontribusi, “Jadi kayak aku ingin dengan durasi yang aku punya, aku bisa berkontribusi.” Tutup Carol.
Penulis: Sukma
Penyunting: Galuh