Bertajuk “Selamatkan Demokrasi”, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bali Gelar Aksi Menyoal Isu Krisis Demokrasi

Masa Aksi yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bali melakukan aksi turun ke jalan terkait keadaan demokrasi yang sedang tidak baik-baik saja. Aksi ini dilakukan pada Jumat (9/2) secara Longmars (Long March) dari kantor KPU Provinsi Bali, Kantor DPRD Provinsi Bali hingga ke titik aksi terakhir yakni Kantor Gubernur Bali.

 

Cuaca mendung siang itu tak menyurutkan semangat mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bali untuk bersama-sama turun ke jalan dan menyerukan aksi #SelamatkanDemokrasi pada Jumat (9/2). Presiden Bem PM Udayana yakni Tresna,  selaku koordinator umum aksi  memaparkan agenda aksi di hari tersebut yang dimulai dari berkumpulnya massa aksi di titik kumpul dan dilanjutkan dengan melakukan Longmars (Long March) menuju 3 titik aksi, dimana titik aksi pertama yakni Kantor KPU Provinsi Bali, disambung ke titik kedua Kantor DPRD Provinsi Bali dan berakhir di Kantor Gubernur Bali.

Sekitar pukul 10.30 WITA, satu setengah jam dari jadwal aksi yang disiarkan melalui akun instagram BEM Udayana itu, massa aksi tampak mulai berkumpul dan bersiap-siap konvoi, bertolak meninggalkan titik kumpul parkiran timur Niti Mandala Renon menuju parkiran Pura Dalem Desa Adat Yangbatu dengan dikawal aparat kepolisian untuk melancarkan Longmars (Long March) menuju titik aksi pertama, yakni kantor KPU Provinsi Bali. Tidak hanya dikawal dan dijaga oleh aparat kepolisian, barisan massa aksi juga diiringi oleh Gong Bali yang menarik atensi dari masyarakat sekitar.

Bak memberi bensin pada kobaran api, semangat massa aksi semakin terpantik seiring dengan bunyi gamelan yang dimainkan. Suatu bentuk kreativitas ini bermula dari niat massa aksi yang ingin menunjukkan bahwa Bali mempunyai ciri khasnya sendiri dalam turun aksi. “Lagi-lagi, kita untuk di aksi-aksi ke depan, ingin menanam budaya dengan pergerakan mahasiswa. Biar kita tahu bahwasanya aksi di Bali punya warnanya sendiri berbeda dengan aksi-aksi yang lain.” Jelas Ricardo, Wakil Presiden BEM PM Udayana ketika diwawancarai oleh Tim Persma Akademika di sela-sela aksi.

Gong– Aksi demonstrasi yang diiringi oleh kesenian musik khas bali, yaitu Gong Bali

Tidak hanya itu, spanduk bertuliskan “Selamatkan Demokrasi” menjadi garda terdepan barisan massa aksi, poster-poster bertuliskan tuntutan, bendera-bendera, nyanyian-nyanyian, dan seruan “Hidup Mahasiswa” pun turut serta mewarnai iringan massa aksi.

Aksi– Persiapan massa aksi Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bali sebelum melakukan longmars (long march) menuju 3 titik aksi

Setibanya di depan Kantor KPU Provinsi Bali, Massa aksi pun menyampaikan beragam aspirasinya melalui orasi dan nyanyian-nyanyian pemantik yang akhirnya disambut oleh Ketua KPU Provinsi Bali yang turun ke tengah-tengah massa aksi dan berdialog dengan massa. Dialog diakhiri dengan penyampaian pernyataan poin tuntutan yang diterima secara resmi oleh Ketua KPU Provinsi Bali. Setidaknya ada 7 poin tuntutan yang dibawa oleh massa aksi hari itu, yakni :

  1. Mendesak Presiden RI Joko Widodo sebagai kepala negara maupun para menteri, kepala daerah dan pejabat publik yang menjadi pasangan calon atau tergabung menjadi tim pemenangan salah satu pasangan calon untuk menjunjung tinggi etika moral berbangsa bernegara dan segera melakukan cuti atau mundur dari jabatan pemerintahan demi menjaga dan menghindari konflik kepentingan serta penggunaan fasilitas negara.
  2. Mengutuk keras segala bentuk represifitas, penyempitan ruang demokrasi, dan penyelewengan kekuasaan dengan memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik praktis demi pemilu yang luber jurdil dan terlepas dari praktik KKN.
  3. Mendesak KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu untuk mengawal dan memastikan proses pemilu agar berjalan secara luber jurdil serta mendesak Ketua KPU yang telah melanggar etik untuk mundur dari jabatannya.
  4. Menuntut Tentara Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau polri dan Badan Intelijen Negara atau BIN beserta seluruh aparatur negara lainnya agar menjalankan prinsip netralitas untuk mencegah konflik kepentingan atau conflict of interest demi mewujudkan pemilu damai, adil dan setara.
  5. Mendesak Partai Politik melalui DPR untuk mengajukan hak angket atas pelanggaran konstitusi yang telah dilakukan oleh rezim Jokowi.
  6. Meminta siapapun yang akan berkuasa nantinya untuk berkomitmen dalam  mengadili pelanggaran HAM berat dan menghentikan privatisasi, liberalisasi dan komersialisasi pendidikan serta menghentikan segala kebijakan anti rakyat yang selama ini dijalankan oleh rezim dengan mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat yang didasarkan oleh reformasi agraria dan industrialisasi nasional yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
  7. Mengajak seluruh elemen mahasiswa, civitas akademika, dan masyarakat untuk mengawal demokrasi sambil membangun solidaritas masyarakat tertindas demi menciptakan demokrasi kerakyatan yang terbebas dari tindakan anti demokrasi serta masyarakat Bali dan Indonesia yang sepenuhnya berdaulat serta terbebas dari belenggu imperialisme, feodalisme, kepentingan penguasa dan segelintir pemodal.
Sepakat– kiri : Tresna (Presiden BEM PM Udayana) kanan : Ketua KPU Bali tampak bersalaman setelah menerima secara resmi menerima 7 poin tuntutan massa aksi

Beranjak dari Kantor KPU Provinsi Bali, barisan massa aksi berjalan menuju Kantor DPRD Provinsi Bali yang saat itu tengah dalam keadaan sepi. Sesampainya di depan Kantor DPRD Provinsi Bali, massa yang berkeinginan untuk menemui dewan yang mewakili pandangan masyarakat itu pun terus menyuarakan aspirasi dalam bentuk orasi dan bersama-sama meneriakan Sumpah Mahasiswa. Spanduk-spanduk yang berisi seruan yang senada dengan poin tuntutan dibentangkan di sekeliling massa aksi. Sementara gerbang Kantor DPRD dijaga oleh barisan aparat kepolisian beserta pecalang, massa aksi mendesak ke depan dan menyanyikan seruan “Buka-buka pintunya.”

Tepat pukul 11.35 WITA, massa aksi merapatkan barisan dan bergerak menuju titik aksi terakhir yakni Kantor Gubernur Bali. Setelah relatif lama menyuarakan aspirasinya di depan Kantor orang nomor satu di Bali itu, massa aksi akhirnya disambut oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali, Ngurah Wiryanata. Massa aksi pun mempertanyakan kehadiran PLT Gubernur. Merasa kecewa dengan ketidak hadiran PLT Gubernur Bali saat itu, massa aksi pun berdialog dengan Kepala Kesbangpol tersebut. Pada akhirnya, massa aksi dijanjikan bahwa pernyataan sikap mencakup 7 poin tuntutan akan disampaikan dan mendapatkan jawaban dari PLT Gubernur dalam kurun waktu 1 kali 24 jam. Aksi kemudian dilanjutkan dengan penyampaian orasi dan ditutup dengan penyampaian pernyataan sikap yang mencakup 7 poin tuntutan di depan Kantor Gubernur Bali.

Tresna menjelaskan bahwa aksi yang diinisiasi oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bali ini tidak ditunggangi oleh organisasi maupun institusi manapun, melainkan berangkat dari keresahan yang belakangan ini mahasiswa dan pemuda Bali rasakan akibat keadaan turunnya demokrasi negara ini. Mulai dari BEM dan DPM PM Universita, perwakilan mahasiswa dari 13 fakultas, organisasi ekstra kampus seperti GMNI, KMHDI, GMKI, PMKRI, HMI, FMN, Lembaga Bantuan Hukum serta perkumpulan mahasiswa lainnya turut hadir menyampaikan suaranya pada aksi kali ini.

Aksi– Berbagai elemen mahasiswa turut serta dalam menyampaikan aspirasi mereka

Pasca digelarnya konsolidasi pada Selasa, 6 Februari lalu dengan tujuan menyelaraskan segala persoalan demokrasi yang terjadi akhir-akhir ini, massa sepakat untuk melakukan aksi turun ke jalan pada tanggal 8 Februari. Namun pada tanggal tersebut, tidak ada satupun massa yang terlihat di Lapangan Niti Mandala Renon. Nyatanya aksi di tanggal tersebut dibatalkan dengan diunggahnya postingan pada akun instagram BEM Udayana yang secara resmi menginformasikan bahwa aksi tersebut berpindah hari menjadi Jumat, 9 Februari. Oleh karenanya, aksi pun baru dilaksanakan keesokan harinya.

Tidak boleh melakukan aksi demonstrasi di hari libur nasional menjadi alasan mengapa aksi demonstrasi diundur selama sehari. “Oke memang sebelumnya kami sepakat di konsolidasi tersebut tanggal 8, namun pada di tanggal 7-nya itu kami melihat lagi, meninjau kembali secara bersama bahwa memang secara peraturan perundang-undangan itu tidak boleh atau tidak diperkenankan untuk melakukan aksi demonstrasi di hari libur nasional khususnya kemarin itu Isra Mi’raj ya, itu tercantum juga di dalam undang-undang sebagai salah satu hari dimana aksi demonstrasi itu tidak diperbolehkan. Maka kami sebagai mahasiswa, kami hormat juga kepada undang-undang, kami hormat kepada peraturan yang berlaku maka dari itu kami sepakat untuk menggesernya ke tanggal 9.” Ungkap Tresna lebih lanjut.

Poster– Tak hanya lewat aksi, keresahan disampaikan pula dalam bentuk poster-poster

Aksi yang berjalan selama 3 jam itu tidak luput dari kendala yang dihadapi. Akibat kondisi yang tepat diadakan pada hari cuti bersama, gedung DPRD yang menjadi tujuan massa pun tidak berpenghuni “Mungkin apa yang kami sampaikan ini rawan tidak didengar oleh yang diatas karena mungkin tidak ada orang di kantornya karena hari libur juga, mungkin itu kendalanya. Lalu, ada juga kendala mungkin dari beberapa mahasiswa yang berhalangan hadir karena berbenturan juga dengan kegiatan-kegiatannya.” papar Tresna. Kendati demikian, hal ini tidak mempengaruhi massa aksi untuk berhenti, di depan kawasan gedung DPRD massa aksi menyerukan nyanyian dan orasi bergiliran.

Semangat aksi yang membara, serta iringan gamelan yang meriah, selaras dengan besarnya harapan yang disemogakan. Nabila, salah satu anggota Organisasi Front Nasional, menyatakan harapannya mengenai suara rakyat yang diwakilkan oleh mahasiswa agar dapat didengar oleh pemerintah, semoga apa yang menjadi keresahan dan awal mula diadakannya aksi mendapat tanggapan yang positif dari pihak yang berwenang. Arya Nanda, ketua organisasi Mahasiswa Hindu Dharma Kabupaten Badung, menyampaikan harapannya untuk seluruh mahasiswa agar tergerak dan mau ikut bergabung untuk menyerukan keresahan yang terjadi di masyarakat.

“Mahasiswa harus sadar diri fungsinya sebagai indikator moral dari masyarakat, (karena mahasiswa adalah) kelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan lebih dari masyarakat pada umumnya. Sehingga ketika ada standar-standar etika dan moral di tengah masyarakat yang terancam (oleh) figur-figur pejabat, itu mahasiswa harus turun. Gak ada alasan gak turun gitu.” harapnya.

Lebih lanjut, Tresna menegaskan bahwa aksi kali ini bukan merupakan aksi terakhir dalam mengawal isu-isu ini, karena tidak menutup kemungkinan gelombang selanjutnya akan datang kembali. “Gerakan hari ini memang adalah lanjutan dari pernyataan sikap kami dan selanjutnya apabila memang kami melihat bahwa suasana tidak berubah, apa yang kami tuntut pada hari ini belum disampaikan atau belum dilaksanakan oleh pejabat-pejabat diatas, maka kami akan melakukan aksi-aksi selanjutnya dengan masa yang lebih besar.” Tambahnya. Senada dengan itu, Ricardo menyampaikan bahwa mereka akan melihat keberlanjutan aksi tersebut terlebih dahulu, melihat bagaimana pemerintah menyikapi tuntutan atas suara-suara rakyat, sebelum akhirnya melakukan aksi-aksi selanjutnya.

 

Reporter : Ika, Elisia, Vitananda, Gung Putri, Jekes

Penulis : Ika, Putri, Fanny

Penyunting : Dyana, Vitananda

You May Also Like