Pernah mengalami kerusakan terumbu karang yang amat parah, kini laut Pemuteran telah disihir menjadi taman laut yang cantik. Berkat kolaborasi dan spirit kebersamaan dari seluruh elemen masyarakat, terumbu karang Desa Pemuteran berhasil memborong puluhan penghargaan bergengsi. Berawal dari resah kini mengais berkah sekiranya gambaran yang tepat untuk menunjukkan kondisi konservasi terumbu karang Pemuteran.
Eksistensi terumbu karang memiliki peran vital dalam kelangsungan ekosistem laut. Sebagai penunjang ekosistem laut dan pesisir, terumbu karang menjadi tempat biota laut bertahan hidup dan memiliki andil yang sama besarnya dengan bakau sebagai pelindung pesisir dan pantai yang mengendalikan energi ombak yang datang dari laut menuju daratan.
“Terumbu karang untuk biota di laut itu sangat penting. Jadi kalau itu rusak, banyak plankton yang ada di laut itu kehilangan rumahnya. Di samping itu, terumbu karang juga memiliki kemampuan menyerap emisi karbon sangat tinggi. Jadi terumbu karang untuk manusia itu sangat membantu sekali, sama seperti pohon dia menyerap CO2, terumbu karang juga, bahkan lebih besar,” ungkap Ni Made Pertiwi Jaya selaku Dosen Teknik Lingkungan Universitas Udayana.
Namun, berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekitar 36,18% terumbu karang masih dalam kondisi kurang baik dan hanya 6,56% yang dalam kondisi sangat baik. Melanjut ke Desa Pemuteran, dengan topografi yang agak menjorok ke laut menyebabkan desa ini kerap disebut Teluk Pemuteran, topografi desa yang seperti ini menyebabkan kondisi tanahnya terlalu kering untuk menanam padi, sehingga mayoritas masyarakat Desa Pemuteran bergantung pada laut dan bermata pencaharian sebagai penangkap ikan.
Histori Kerusakan Terumbu Karang di Pemuteran
Ketika tim konvergensi media menapaki Desa Pemuteran, matahari bersinar dengan amat terik, nampak tebing dan bukit yang menjulang tinggi berhadapan dengan hamparan laut yang luas. Seperti halnya pemandangan tersebut, Ketut Wawan selaku Ketua Pokdarwis Pemuteran juga menyuguhkan kami dengan segudang ceritanya siang itu (21/6) di warung miliknya. “Jadi di tahun 80-an, masyarakat disini tuh boleh dikatakan ketergantungan di nelayan, karena kalian lihat bahwa letak geografis kami ini sangat panas. Ketika kita ketergantungan ke alam, jadi yang ada di pikiran nelayan, entah nelayan lokal maupun dari luar pulau adalah bagaimana caranya mendapat ikan sebanyak-banyaknya dan mereka tidak mengerti, apakah itu merusak alam atau bagaimana, jadi mereka menggunakan bom,” pungkasnya.
Secara sederhana, penangkapan ikan yang tidak eco friendly menjadi penyebab utama rusaknya terumbu karang di Desa Pemuteran. “Ketika bom itu diledakkan dan menghancurkan terumbu karang, ikan-ikan akan pergi. Kemudian nyari ikan hias dengan menggunakan potasium, sehingga ikan jadi lemes, Itulah start bagaimana terumbu karang kita mulai mati di tahun 80an,” tambah Wawan yang telah menyelami dunia pariwisata selama 19 tahun.
Hal serupa juga diakui oleh Made Gunaksa selaku pihak Yayasan Karang Lestari Teluk Pemuteran, salah satu komunitas konservasi terumbu karang di Desa Pemuteran. Ketika dihubungi melalui saluran telepon pada Sabtu (25/6), beliau menyebutkan bahwa sampai tahun 2000, pola penangkapan ikan seperti itu masih belum bisa diubah karena pola pikir dari masyarakat. Akibatnya, selama itu kondisi ekonomi masyarakat Pemuteran melemah. Hal tersebut karena sumber daya perikanan di Pemuteran sudah tidak ada lagi akibat kerusakan terumbu karang yang masif terjadi. “Nelayan udah keasikan mencari ikan dengan gampang, jadi ketika dikasih edukasi, mereka ngelawan. Nah karena hal itu, dibuatlah pararem awig-awig,” ungkap Wawan.
Tidak hanya itu, arus rendah pada laut Pemuteran justru memudahkan nelayan untuk mengambil ikan yang mati akibat pengeboman karang maupun lumpuh akibat potasium dan sianida. Pada tahun yang sama, suhu yang tinggi akibat pemanasan global, sedimentasi, dan kelanjutan penggunaan bom dan racun juga turut menyebabkan kerusakan massal ekosistem laut Pemuteran. Hal ini sangat berdampak pada terumbu karang di tepi luar Pemuteran yang hampir seluruhnya hancur dan sisanya mati. Akibatnya, kelumpuhan ekonomi menjerat penduduk untuk terus merusak laut.
Spirit Kolaborasi, Pulihkan Pemuteran dari “Kehancuran”
Menyikapi kondisi tersebut, pada tahun 2000 mulai dibentuk sebuah keamanan swadaya yang bernama pecalang segara yang memiliki fungsi untuk mengedukasi masyarakat di lapangan mengenai cara mengubah perlakuan masyarakat terhadap sumber daya perikanan di Pemuteran, sehingga kerusakan yang terjadi dapat dikurangi dan ditanggulangi. Upaya lain yang gencar dilaksanakan adalah mengadakan pertemuan-pertemuan di lingkup terkecil yakni banjar maupun di kelompok-kelompok nelayan dengan mendatangkan beberapa ahli konservasi untuk memberikan pemahaman kepada setiap kalangan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, pola pikir dan pola tangkap masyarakat kian membaik, sehingga tercipta pemanfaatan sumber daya yang ramah lingkungan.
Selain itu, metode edukasi juga dilakukan melalui video, menggunakan alat-alat peraga. Desa pemuteran juga mengemas edukasi tersebut dalam bentuk hiburan-hiburan rakyat seperti drama gong atau pertunjukan Bondres (seni pertunjukan lawak Bali -red), dimana dalam pertunjukkan tersebut akan disisipkan pesan edukasi masyarakat seperti tata cara melindungi terumbu karang, manfaat terumbu karang maupun dampak dari rusaknya terumbu karang.
Hal inilah yang dilakukan Yos Amerta, Presiden Gahawisri (Federasi Olahraga Air Indonesia Cabang Bali), beliau mengundang Wolf Hilbertz dan Tom Goreau untuk memulai proyek restorasi di Bali. “Ada seorang ilmuan namanya Tom Goreau, dia mempunyai teknologi namanya biorock, diperkenalkan ke desa kami untuk bagaimana membangun atau menghidupkan kembali karang yang sudah hancur,” jelas Wawan.
Keberhasilan konservasi yang dilakukan di Desa Pemuteran tersebut merupakan hasil nyata dari kerjasama seluruh stakeholder, meliputi pemerintah, ilmuan, masyarakat, pengusaha, pecalang segara, pokdarwis, serta berbagai komunitas konservasi.
Teknik Biorock Bangkitkan Terumbu Karang Pemuteran
Restorasi terumbu karang berbasis Electrolytic Mineral Accretion Technology (Biorock) disambut baik oleh masyarakat Desa Pemuteran. “Sebenarnya awalnya biorock dibuat di Amerika bukan untuk terumbu karang, tapi pengawetan bangunan besi di laut. Namun, di samping itu tumbuhnya kalsium menjadi pemicu terumbu karang untuk tumbuh. Itu cerita professor ke kami masyarakat di Pemuteran,” tutur Gunaksa.
Proses tersebut dimulai dengan merangka sebuah struktur besi dengan bentuk sedemikian rupa yang kemudian ditempelkan dengan bibit-bibit terumbu karang yang diperoleh dari sisa patahan karang yang masih hidup dari laut pemuteran dan sekitarnya. Kemudian struktur tersebut akan dibawa ke bawah laut dengan kedalaman yang bervariasi.
Lebih lanjut, struktur tersebut akan dialiri listrik DC atau listrik bertegangan rendah sehingga akan terjadi proses elektrolisis yang menyebabkan besi tersebut dapat ditutupi oleh zat kapur sebagai pemicu cepatnya pertumbuhan bibit-bibit terumbu karang di sekujur besi. Melalui metode biorock ini, bibit terumbu karang mampu tumbuh tiga kali lebih cepat daripada biasanya.
Seiring berkembangnya teknologi, saat ini biorock di Pemuteran telah menerapkan teknologi ramah lingkungan dengan menggunakan panel surya dan kincir angin sebagai tenaga pembangkit untuk struktur-struktur biorocknya. Hingga saat ini struktur biorock di Pemuteran sudah melebihi angka 130.
Lebih lanjut, kontribusi masyarakat menjadi kunci dalam keberhasilan konservasi terumbu karang di Pemuteran. Hal ini karena masyarakat merupakan pionir awal permasalahan kerusakan terumbu karang yang sempat terjadi di Pemuteran. Oleh sebab itu, dengan tercapainya sinergi dengan masyarakat mendorong terciptanya perbaikan yang berkelanjutan. Contoh nyatanya adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam proyek biorock, baik dari proses pembuatan kerangka, penempelan bibit terumbu karang, hingga penempatannya di bawah laut.
Di sisi lain, Yayasan Karang Lestari rutin melakukan perawatan terhadap terumbu karang yang menghias lautan Pemuteran, seperti melakukan pengawasan terhadap hama terumbu karang serta melakukan kontrol dan eksekusi agar hama tidak berkembang. Selain itu, Kelompok Masyarakat Sadar Wisata (Pokdarwis) turut serta bergotong royong dengan menyusun program maupun paket wisata dengan terumbu karang Desa Pemuteran sebagai salah satu ikon destinasinya. “Kita bikin program destinasi, jadi disini pokdarwis menyusun bagaimana membuat destinasi dan memikirkan destinasi yang baru atau yang sudah ada untuk kita kembangkan, untuk lebih kreatif lagi, sehingga lebih menarik tapi dengan mempunyai ciri khas tetap Pemuteran,” pungkas Wawan dengan semangat.
“Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari kesadaran masyarakat untuk bersama-sama melakukan perbaikan. Struktur biorock menjadi tontonan menarik untuk wisatawan, jadi bangunan besi di air itu dibentuk sedemikian rupa sehingga menarik untuk tontonan wisatawan yang diving dan snorkeling,” pungkas Wawan.
Berkah Dibalik Resah
Berkah dibalik resah menjadi istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang terjadi di Pemuteran dari masa ke masa hingga saat ini. Bermula dari kekhawatiran akan kondisi terumbu karang yang rusak, kini pertumbuhan pariwisata di desa Pemuteran setelah upaya konservasi yang terjadi menunjukkan sinyal positif.
Hal inilah yang menjadi daya tarik wisata yang utama. Bukan terletak pada keindahan terumbu karang tetapi keikutsertaan seluruh elemen masyarakat dalam melakukan pemulihan terhadap terumbu karang. Wawan karib menyebutnya sebagai “Spirit of Togetherness”.
Sinergi bersama antar masyarakat menjadi kunci pemulihan yang utama terbukti dengan penghargaan yang pernah diraih dari PBB terkait dengan lingkungan karena keberhasilan memelihara lingkungan berbasis masyarakat. Selain itu Kalpataru dan UNDP di tahun 2012, penghargaan dari ISTA (Indonesian Sustainable Tourism Award). Diakui Wawan penghargaan sudah mencapai 37 penghargaan. Dengan adanya penghargaan yang pernah diraih Pemuteran berdampak pada promosi wisata yang meningkat.
Reporter: Ade, Chintya, Gung Vita, Tirta, Kamala, Manogar, Zaka
Penulis: Gung Vita, Dayu
Penyunting: Kamala